Unduh PPt fromSlide Share PLS Bersinergi

Minggu, 20 Januari 2013

Problematika sosial



Pendahuluan
Lingkungan tempat saya tinggal berada di pusat kota, dengan kepadatan penduduk  yang cukup tinggi. Dengan alamat  Jln. H.M Syahid No. 11 Panggang Jepara. Adapun ketika saya kuliah di Unnes tempat tinggal saya adalah Pondok Pesantren Durrotu Ahli Sunnah Waljamaah beralamat di Jln. Kalimasada No. 1 rt 02 rw V Banaran Sekaran Gunung Pati. Disini saya akan sedikit mendiskripsikan problematika sosial yang terjadi di lingkungan saya baik di Jepara maupun di Semarang. Dengan mencerikan ini bukan maksud saya untuk menjelek-jelekkan pihak tertentu.
Permasalahan   Sosial
1.      Pengangguran

Saya melihat di sekitar rumah tempat tinggal saya banyak  pemuda yang usianya berkisar 22-35 namun belum memiliki pekerjaan alias nganggur. Sekalipun memiliki pekerjaan sifatnya sementara atau dalam bahasa tempat tinggal saya dinamakan “Begawe Srabutan”, asal ada order ya kerja, tidak ada order ya nganggur dirumah. Sebelum saya lebih jauh menjelaskan saya akan membatasi permasalahan ini dengan batasan bahwa yang disebut Pengangguran adalah orang  yang tidak memilki pekerjaan tetap dan penghasilan tetap, itu menurut saya.  Saat ini banyak meubel-meubel yang gulung  tikar para pekerja diberhentikan secara sepihak yang pada beberapa meubel nakal uang PHK dan gaji terakhir tidak diberikan kepada pegawainya. Kondisi semacam ini membuat semakin banyaknya penggangguran di daerah saya. Masyarakat  yang dulunya terbiasa bekerja dengan mengamplas, menyemprot, dan pekerjaan meubel kasaran lainnya. Seperti di keluarga saya sendiri, dari empat kakak saya dua diantara adalah penggangguran. Kakak saya pertama umurnya 33 dan yang kedua umurnya 25 tahun. Sebut saja “C” umur 33 tahun basic pendidikan adalah tamat MA dan tidak cukup memiliki keahlian, sebelum mengganggur pekerjaannya adalah ngamplas, nyemprot atau melitur. Saat ini aktivitasnya adalah dirumah membantu ibu jualan di warung. Yang kedua sebut saja “A” 25 tahun basic pendidikan SMK kejuruan jurusan keramik, sebelum menganggur bekerja sebagai tukang amplas, juru kebun SD, dan juru parkir. Seringkali pekerjaan yang digeluti tidak bertahan lama. Dari saya dan keluarga melihat kejadian ini mungkin dikarenkan dia dalam berinteraksi dengan orang lain kurang baik, hal itu didasari oleh perilkunya dan interaksinnya di dalam keluarga. Berpindah ke tetangga saya, samping kanan rumah saya menganggur sudah sejak lama mungkin ketika umurnya 27 hingga sekarang umurnya sudah mencapai 45 tahun, tidak bekerja, tidak beristri, dan tidak memilki anak. Meskipun beliau masih tinggal bersama keluarganya tetapi saya rasa kepedulian keluarga tidak cukup tinggi dilihat dari cukup seringnya perselisihan diantara keduanya tertutama menyangkut  warisan atau harta gono gini dari kedua orang tua mereka. Sedikit kebelakang dari rumah saya pemuda berumur sekitar 25an waktunya digunakan untuk nongkrong dan kumpul bareng bersama teman-temannya. Hal ini tentu menjadi beban pikiran, keresahan, ketidany nyaman secara norma usia seperti itu sudah mampu mencari dan menciptakan pekerjaan sendiri sehingga tercukupilah kebutuhan pribadi tanpa harus menggantungkan diri kepada keluarga atau masyarakat.

2.      Kemiskinan

kemiskinan selain ditunjang oleh angka pengangguran, tingkat pendapat perkapita rendah, banyak manula dan janda yang tidak tercukupkan kebutuhannya. Di rt saya sendiri  untuk janda miskin ada lima dari yang umurnya muda sampai yang tua. Warga di daerah saya yang memiliki pekarangan atau halaman rumah sedikit saja. Rata-rata rumah kami berhimpit-himpitan tanpa memiliki pekarangan. Contohnya dirumah saya sendiri, meski rumah kami bisa dibilang tidak “gedek” atau sudah bertembok, perlu diketahui bahwa itu bukanlah tembok sendiri tapi tembok tetangga, keluar dari pintu rumah sudah memasuki tanah orang lain. Keresahan dan ketidak nyamanan tidak hanya dirasakan oleh keluarga kami, terkadang konflik itu timbul karena hal semacam, atap rumah kami tidak memilki pipa air untuk mengalirkan air ketika hujan akibatnya air hujan tersebut langsung jatuh mengucur dengan deras ketanaman tetangga dan tetanggaku pun marah-marah. Lain cerita dengan tetangga saya. Dulunya tetangga saya adalah seorang bisa dibilang kaya karena memiliki meubel. Namun kehidupan mereka berubah, si suami menikah lagi dan meninggalkan istri pertamanya. Setelah ia menikah lagi tak pernah sekalipun ia mengurusi istri pertamanya. Baik nafkah batin maupun nafkah lahir tak pernah diberikan. Akhirnya mereka bercerai, si istri seorang diri mengurussi anaknya. Awal pertama perceraian rumah besar beserta isinya masih lengkap. Namun lama-kelamaan isi rumah itu menjadi kosong kerana digadaikan dan dijual. Saat ini untuk mencukupi kebutuhan keluarga ibu itu bekerja mengasuh anak tetangga dan untuk makan sering kali masih diberi oleh tetangga dan sanak saudara. Hal semacam ini cukup banyak terjadi di lingkungan saya.

3.      Tingkat perjaka dan perawan tua cukup tinggi.

Umur 22 sampai 27 adalah umur dimana seorang wanita ideal untuk menikah dan berkeluarga. Namun kenyataannya, dilingkungan saya. Masih banyak wanita wanita dengan kisaran umur diatas masa ideal menikah  yang betah dengan status belum menikah. Ada beberapa yang memang sibuk untuk memikirkan karier pekerjaan, ada yang sudah memiliki pacar tetapi takut dan enggan untuk menikah, ada pula yang tidak memilki pacar dan tidak memiliki calon untuk menikah, bahkan ada pula yang memang tidak berkeinginan untuk menikah. Normanya jika wanita sudah berumur harus segera dinikahkan. Memang disini berlaku pula norma seperti itu. Akan tetapi dalam aplikasinya masih belum setegas dan sekeras didesa. Kondisi semacam ini semacam sudah dianggap hal biasa. Tidak hanya perawan perjaka tua pun cukup banyak disini. Contohnya di rt saya sendiri terdapat dua perjaka tua dan dua perawan tuan dengan umur 52, 45, 69, 29. Wanita “A” 52 tahun belum menikah karena memang tidak mau menikah. Wanita “B” 29 tahun belum menikah karena belum meiliki calon dan bekal untuk menikah. Laki-laki  “C” 45 tahun belum menikah karena belum meiliki calon dan memiliki cukup bekal untuk menikah. Laki-laki “D” umur 69 tahun belum menikah karena tidak berkeinginan untuk menikah, beliau mengalami trauma dan memang belia tidak pernah berinteraksi dengan orang luar bahkan dari keluarga sendiri tidak semua yang sering berinteraksi dengan beliau. Bukan karena ketidak pedulian keluarga tapi kerana memang beliau sulit untuk berinteraksi. Fenomena ini tidak hanya terjadi di desa saya tapi juga desa tetangga. Sulit menemukan pernikahan dini di tempat saya, lain halnya jika di daerah yang jauh dari pusat kota.

4.      Ketidak displinan dan ketidak patuhan santri terhadap tata tertib pondok

Pondok pesantren merupakan kelembagaan pendidikan agama yaitu agama islam yang bersifat non formal. Didalam pondok pengawasan dan pemantuan santri dilakukan 24 jam. Adapun rutinitas kegiatan di pondok adalah pagi pukul 05.30-06.30 WIB ngaji bandongan pagi. Ngaji bandongan sore mulai pukul 16.30-17.30. Kemudian pukul 20.30-21.00 ngaji Madrasah Diniyah. Dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan didalam pondok selalu ada absensi. Peraturan disini menegaskan santri diperbolehkan ijin tidak mengikuti kegiatan pondok dengan menghubungi seksi tertkait dengan batasan waktu tertentu apabila melanggar akan terkena takzir. Namun disini tidak semua santri mematuhi tata tertib dengan semestinya. Saya menemukan pada sebuah kamar, absensi ngaji tertutama ngaji bandongan hampir dalam satu minggu tidak pernah hadir. Anehnya ini terjadi pada semua anggota kamar yang berjumlah 6 orang. Sebut saja kamar tersebut “L”. dulu ketika awal-awal ngaji, saya mengetahui bahwa beberapa dari anggota kamar L rajin mengaji. Tapi hal ini berubah pada beberapa bulan terakhir. Hal ini mengundang keheranan pada santri lain termasuk pengurus. Bulan lalu, oleh pengurus diadakan rolling anggota kamar. Untuk kamar L sendiri ada 4 orang yang akan di rolling. Sebelumnya anggota kamar L berjumlah 7. Awal proses perollingan 2 diantaranya bersedia dan telah pindah kamar. 2 diantaranya lagi tidak bersedia dan bersikeras untuk tetap di kamar L. Waktu berjalan absensi kamar L tetap banyak alfanya. Sedang 2 yang sudah pindah sudah mulai sering mengaji. Oleh santri lain yang lebih tua, kondisi semacam ini disebabkan oleh salah seorang anggota kamar yang memang malas sehingga ini sangat mempengaruhi santri lain terutama santri baru. Watak dan karakter dari santri lama akan sangat mempengaruhi pola perilaku santri lain terutama santri baru.

5.      Gaya remaja berpacaran

Taman taman kota adalah tempat kesukaan para untuk berdua-duan dengan pacarnya. Sangat mudah menemukan disepanjang taman kota, taman kanal misalnya. Keadaan dimana ada motor tapi pemilikinya tidak ada, lalu anda melihat semak-semak bergoyah tak wajar dan mendengar suara lirih. Tidak hanya taman, kebun, rumah sendiri, bahkan kuburan pun acap kali dijadikan tempat mesum. Ketika berjalan-jalan adalah pemandangan biasa bila melihat seorang cewek dan cowok masih SMA berbonceng-boncengan sampai “Nggamblok”. Bila melihat seorang cewek lehernya berwarna merah teman-temannya akan menduga bahwa ia telah melakukan “Cipok-cipokan” ciuman pada daerah leher, untuk anak-anak setingkat SMP-SMA sering kali ditemui kasus anak DO karena ketahuan hamil atau menghamili. Dampak dari kondisi semacam ini remaja yang DO tidak memiliki cukup keahlian akibatnya biaya hidup keluarga baru mereka ditanggung oleh keluarga, secara biologis istri belum siap sehingga akan berpengaruh pada kondisi psikologis dan pada cabang bayi yang di kandunganya, meningkatnya tingkat aborsi dan angka perceraian.

6.      Pencemaran lingkungan

Pencemaran udara : maraknya penggunaan AC, pembangunan gedung berkaca (efek rumah kaca), jumlah kendaraan sepeda motor semakin meningkat, PLTU adalah factor factor penyebab mengapa udara disekitar lingkungan menjadi tercemar. Dalam sebuah keluarga keberadan sepeda motor sudah menjadi kebutuhan, jika dalam sebuah keluarga terdapat 5 anggota keluarga maka tiap-tiap anggota telah memiliki sepeda motor mereka sendiri. Baru-baru daerah saya sedang ramainya dalam pembamgunan ruko. Mayoritas bangunan dari itu adalah kaca, meskipun tidak separah di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, atau Semarang. Tetap saja hal tersebut semakin meningkatkan Global Warming. Karena dari factor-faktor tersebut merupakan menyumbang CO2. Kondisi sudah sedemikian, namun tidak imbangi dengan tingkat kesadaran masyarakat dalam penghijauan dan penggunaan alat-alat yang ramah lingkungan. Rasanya kian hari Jepara terasa semakin panas dan sesak.
Pencemaran air : dapat dilihat dengan mudah sungai-sungai disekitar lingkungan saya berwarna keruh, banyak lumut dan ganggang, berbau tidak sedap. Hal ini dikarenakan kebanyakan masyarakat membuang sampah rumah tangga langsung aliran sungai di dekat rumah. Akibatnya sampah sampah tersebut menghambat aliran sungai, menyembabkan bau tidak sidap, merubah warna  dan rasa air. Seperti kondisi di sungai Kaliwiso dan sungai kanal. Meski begitu alkhamdulillah, Jepara selama beberapa tahun terakhir ini tidak pernah kebanjiran. Ini disebabkan oleh, pemerintah dan masyarakat  masih ada yang peduli terhadap lingkungannya. Seperti kebijakan pemerintah yang selalu memperdalam atau menguras tanah di sungai Kanal karena memang sungai Kanal sudah tidak bisa di perluas lagi. Usaha ini juga dilakukan guna mengambil sampah yang ada di sungai. Masyarakat  juga bagi mereka yang sadar selalu melakukan kerja bakti disekitar lingkungan dengan membersihkan selokan dan sungai kecil disekitar mereka.

7.      Penyalahgunaan narkoba dan miras

Saat acara tertentu seperti Orkes Dangdut akan mudah dijumpai  para penjual yang menjajakan Miras, orang mabuk ataupun orang yang sedang sakau. Penyalahgunaan ini tidak hanya terjadi ketika ada orkes dangdut, tahun baru 2011 kemarin saya menemukan banyak orang mabuk di alun-alun, dan tempat-tempat tongkrongan anak muda. Hal ini menimbulkan keresahan pada masyarakat dan seringkali kekacauan. Kondisi keamanan menjadi tidak kondusif  banyak timbul kriminalitas akibat hal itu.


0 komentar:

Posting Komentar