Unduh PPt fromSlide Share PLS Bersinergi

Rabu, 21 Agustus 2013

PONDOK PESANTREN TURUT SERTA DALAM PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA





PONDOK PESANTREN TURUT SERTA DALAM PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA MANUSIA




MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pengembangan Sumber Daya Manusia
Dosen Pengampu :
Prof. Tri Joko
Bagus Kisworo



 Oleh

Noor Salamah                              1201412046





JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Pembangunan nasional dewasa ini telah memasuki era modern yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu pula pemanfaatannya. Dalam usahanya untuk mewujudkan pembangunan nasional peran pendidikan amatlah penting. Baik pendidikan formal, in formal maupun pendidikan non formal. Pendidikan berupaya untuk meningkatkan kualitas manusia karena melalui pendidikan terjadi pembentukan sikap, wawasan dan transfer ilmu dan teknologi yang dibutuhkan untuk memproduksi barang dan jasa secara efektif serta juga meningkatkan kualitas hidup manusia. Menyadari akan arti pentingnya pendidikan bagi pembangunan, maka negara-negara berkembang menyisihkan sebagian APBN agar partisipasinya dalam pembangunan meningkat. Mengingat bahwa sebagian besar penduduk berkembang masih jauh  dari jangkauan pendidikan yang merata dan berkualitas, maka strategi yang di tempuh adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan non formal.
Kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia, jika diukur dengan indeks pembangunan manusia, menempati ranking yang sangat rendah, yakni urutan 112 dari 172 negara di dunia. Sekitar 35 persen penduduk usia sepuluh tahun ke atas tidak atau belum menamatkan sekolah dasar, sehingga yang tidak menyesaikan pendidikan dasar sehingga mereka kurang keterampilan untuk menyelanjutkan kehidupannya jadi karena itu adanya pengguran yang meningkat, dan hanya 19 persen yang dapat menyelesaikan pendidikan SLTA. Dari mereka yang menamatkan SLTA tersebut hanya 1,7 persen yang berhasil menyelesaikan pendidikan setingkat Universitas.
Kualitas sumber daya manusia masih menjadi persoalan utama dalam bidang pendidikan di Indonesia, baik di tingkat pendidikan tinggi maupun pendidikan dasar dan menengah. Dari sekitar 160.000 dosen yang ada di Indonesia, hampir 54 persennya masih belum S-2 dan S-3. Sementara guru, dari 2,7 juta guru, 1,5 juta di antaranya belum S-i.
Dalam suatu negara, investasi SDM bukan merupakan tanggung jawab salah satu sector pembangunan misalnya pendidikan formal, tetapi juga merupakan tanggung jawab multi sector di dalam sauatu satu kesatuan konsep yang integral. Diantara sejumlah sector penting yang secara langsung memberikan konstribusi terhadap pengembangan kualitas SDM adalah pendidikan, pelatihan, pondok pesantren dll. Jelas disini bahwa pondok pesantren sebagai salah satu wujud pendidikan non formal berperan penting dalam mengembangkan sumber daya manusia.

B.   Rumusan Masalah

Dari pembahasan di atas dapat ditarik suatu garis masalah yaitu ;
1.      Apa itu pondok pesantren ?
2.      Bagaimana pondok pesantren dalam system pendidikan nasional ?
3.      Bagaimana pondok pesantren turut serta mengembangkan sumber daya manusia ?

C.   Tujuan

1.      Memahami apa itu pondok pesantren.
2.      Memahami bagaimana pondok pesantren dalam system pendidikan nasional
3.      Memahami bagaimana pondok pesantren turut serta mengembangkan sumber daya manusia.



BAB  II
PEMBAHASAN

A.    Pondok Pesantren

Pengertian Pondok Pesantren

Kata pondok pesantren merupakan gabungan dari dua kata yang merujukpada satu pengertian. Dilihat dari kata dasar pembentuknya pondok pesantren terdiri dari pondok dan pesantren. kata pe-santri-an, dimana kata "santri" berarti murid dalam Bahasa Jawa.Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq (فندوق) yang berarti penginapan Jadi  pondok pesantren dapat diartikan sebagai sebuah asrama pendidikan tradisional, dimana para siswanya semua tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri.

Sejarah pondok pesantren

Umumnya, suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorang kyai di suatu tempat, kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya. Setelah semakin hari semakin banyak santri yang datang, timbullah inisiatif untuk mendirikan pondok atau asrama di samping rumah kyai. Pada zaman dahulu kyai tidak merencanakan bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. Kyai saat itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana. Mereka menempati sebuah gedung atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar rumah kyaiSemakin banyak jumlah santri, semakin bertambah pula gubug yang didirikan. Para santri selanjutnya memopulerkan keberadaan pondok pesantren tersebut, sehingga menjadi terkenal kemana-mana, contohnya seperti pada pondok-pondok yang timbul pada zaman Walisongo.
Pada masa awal islam pendirikan pesantren digunakan untuk mempersiapkan kader-kader terdidik untuk melanjutkan perjuangan menyebarkan agama islam. pesantren pada masa Walisongo, ia digunakan sebagai tempat menimba ilmu sekaligus untuk menempa para santri guna menyebarluaskan ajaran agama Islam, mendidik kader-kader pendakwah guna disebarkan keseluruh nusantara. Dan hasilnya bisa kita lihat sendiri, Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia dan bahkan bukan hanya itu jumlah pengikutnya adalah yg terbanyak di dunia.
Pada masa penjajan belanda pesantren mengalami ujian dan cobaan dari Allah, pesantren harus berhadapan dengan dengan Belanda yg sangat membatasi ruang gerak pesantren dikarenakan kekuatiran Belanda akan hilangnya kekuasaan mereka. Dari munculnya perjanjian Giyanti , resoluai 1825, pendirian sekolah bersistem pendidikan barat. Hal ini memicu perlawan dari kaum santri dan mendorong semangat untuk mengembangkan pesantren. Diantara perlawanannya adalah pemberontakan kaum padre, pemberontakan pangeran diponegoro, dan pemberontakan yang dipimpin Teuku Umar, pendirian madrasah dan pondok khusus putri.
Menjelang kemerdekaan kaum santri pun terlibat dalam penyusunan  undang-undang dan anggaran dasar relublik Indonesia.

Peran Pondok Pesantren.

Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulu mengakselerasikan mobilitas vertical (dengan penjejelan materi-materi keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial). Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (regional-based curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan kikian masyarakat (society-based curriculum). Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwa semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga (seharusnya) menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons carut marut persoalan masyarakat di sekitarnya.
Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa.
Selama dua decade terkahir globalisasi menjadi wacana public yang menarik semua pihak. Dampak negative dari globalisasi adalah degradasi atau penuruan kualitas akhlaq atau moral yang terjadi hampir di semua lapisan masyarakat. Artinya tugas yan emban insitusi islam di era globalisasi semakin berat.
Sebagai lemabaga islam yang berdasarkan nilai-nilai keislaman tidak saja dituntut untuk menstransfer ilmu pengetahuan tapi juga nilai keislaman. Secara kuantitaf djumlah pesantren tampaknya meningkat banyak berdiri pesantren bahkan di daerah urban seperti Jakarta, depok, tangerang dan sekitarnya. Perkembangan fisik bangunan pesantren juga mengalami kemajuan-kemajuan yang
sangat observable. Banyak pesantren di berbagai tempat, baik di wilayah urban atau di pedesaan, mempunyai gedung-gedung atau bangunan yang megah dan, lebih penting lagi, sehat dan kondusif sebagai tempat berlangsungnya proses pendidikan. perkembangan fisik pesantren mengindikasikan terjadinya peningkatan kemampuan swadaya dan swadana masyarakat Muslim sebagai hasil dari kemajuan ekonomi yang dicapai kaum Muslim dalam pembangunan. Pada segi lain, kemunculan pesantren-pesantren baru,
yang ternyata dengan cepat menjadi populer itu, dalam skala yang sedikit luas agaknya merupakan salah satu indikasi lain tentang tengah berlangsungnya secara intens apa yang disebut oleh sebagian pengamat sebagai proses “santrinisasi” kaum Muslim Indonesia.

Hingga saat ini perkembangan pesantren menurut Ridwan Nasir dapat dikelompokkan  menjadi ;

1) Pesantren salaf, yaitu pesantren yang di
dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan sorogan) dan sistem klasikal,
2) Pesantren semi berkembang, yaitu pesantren yang didalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan sorogan) dan sistem madrasah swasta dengan kurikulum 90 % agama dan 10 % umum,
3) Pesantren berkembang, yaitu pondok pesantren seperti semi berkembang
hanya saja lebih variatif yakni 70 % agama dan 30 % umum,
4) Pesantren modern, yaitu seperti pesantren berkembang hanya saja sudah lebih lengkap dengan lembaga pendidikan yang ada di dalamnya sampai perguruan tinggi dan dilengkapi dengan takhasus bahasa Arab dan Inggris, dan
5) Pesantren ideal, yaitu pesantren sebagaimana pesantren modern, hanya
saja lembaga pendidikan yang ada lebih lengkap terutama dalam bidang keterampilan yang meliputi teknik, perikanan, pertanian, perbankan dan lainnya yang benar-benar memperhatikan kualitas dengan tidak menggeser cirri khas pesantren.

B.   Pondok Pesantren Dalam System Pendidikan Nasional

Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam undang-undang tersebut juga dijelaskan bahwa pendidikan di bagi menjadi tiga jalur yaitu jalur pendidikan formal, jalur pendidikan non formal dan jalur pendidikan in formal.

Secara singkat dapat diketahui perbedaan jalur pendidikan tersebut berdasarkan tabel berikut.

Pend. Formal
Pend. Non Formal
Pend. Informal
Keg bel di kelas terpisah dg masyarakat
Program kegiatan sesuai keb masy
terjadi di keluarga
Ada persyaratan kronologis/usia/berjenjang
Materi pembel bersifat praktis
berupa kegiatan belajar secara mandiri
Pembedaan tegas pendidik dan anak didik
Waktu bel relatif singkat
Tdk terikat waktu dan tempat (kapan saja)
Ada kurikulum/bahan pembel
Tidak ada pembatasan usia yg ketat
Proses belajar antara anak dan klg
Bahan bersifat akademik
Tdk mengutamakan kredensial
tidak ada persyaratan usia
Proses pembel terstruktur/terkendali
Suasana belajar –saling membelajarkan
Metode pembelajaran sederhana
Ada metode, evaluasi, dan kredensial
Program terencana, teratur, terprogram
Bahan belajar praktis(lebih kearah afektif)
Biaya relatif banyak
Bisa berjenjang bisa tdk berjenjang
terjadi di keluarga
Masa studi relatif lama
Tujuan lebih diarahkan pd domain ketramp
berupa kegiatan belajar secara mandiri
Keg bel di kelas terpisah dg masyarakat
Program kegiatan sesuai keb masy
Tdk terikat waktu dan tempat (kapan saja)
Ada persyaratan kronologis/usia/berjenjang
Materi pembel bersifat praktis
Proses belajar antara anak dan klg
Pembedaan tegas pendidik dan anak didik
Waktu bel relatif singkat

Ada kurikulum/bahan pembel
Tidak ada pembatasan usia yg ketat

Bahan bersifat akademik
Tdk mengutamakan kredensial


Pendidikan pondok pesantren yang merupakan bagian dari Sistem Pendidikan Nasional memiliki 3 unsur utama yaitu: 1) Kyai sebagai pendidik sekaligus pemilik pondok dan para santri; 2) Kurikulum pondok pesantren; dan 3) Sarana peribadatan dan pendidikan, seperti masjid, rumah kyai, dan pondok, serta sebagian madrasah dan bengkel-bengkel kerja keterampilan. Kegiatannya terangkum dalam "Tri Dharma Pondok pesantren" yaitu: 1) Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT; 2) Pengembangan keilmuan yang bermanfaat; dan 3) Pengabdian kepada agama, masyarakat, dan negara.
Secara khusus, ketentuan tentang pendidikan keagamaan ini dijelaskan dalam Pasal 30 Undang-Undang Sisdiknas yang menegaskan:
(1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan / atau menjadi ahli ilmu agama.
(3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
(4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, dan bentuk lain yang sejenis.
Labih jauh lagi, saat ini pesantren tidak hanya berfungsi sebagai sarana pendidikan keagamaan semata. Namun, dalam perkembangannya ternyata banyak juga pesantren yang berfungsi sebagai sarana pendidikan nonformal, dimana para santrinya dibimbing dan dididik untuk memiliki skill dan keterampilan atau kecakapan hidup sesuai dengan bakat para santrinya. Ketentuan mengenai lembaga pendidikan nonformal ini termuat dalam Pasal 26 yang menegaskan:
(1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
(3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
(4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan,
kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
(5) Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
(6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Keberadaan pesantren sebagai bagian dari peran serta masyarakat dalam pendidikan juga mendapat penguatan dari UU Sisdiknas. Pasal 54 menjelaskan:
(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Bahkan, pesantren yang merupakan Pendidikan Berbasis Masyarakat diakui keberadaannya dan dijamin pendanaannya oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. Pasal 55 menegaskan:
(1) Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
(2) Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

C.   Pondok Pesantren Turut Serta Mengembangkan Sumber Daya Manusia

Kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia, jika diukur dengan indeks pembangunan manusia, menempati ranking yang sangat rendah, yakni urutan 112 dari 172 negara di dunia. Sekitar 35 persen penduduk usia sepuluh tahun ke atas tidak atau belum menamatkan sekolah dasar, sehingga yang tidak menyesaikan pendidikan dasar sehingga mereka kurang keterampilan untuk menyelanjutkan kehidupannya jadi karena itu adanya pengguran yang meningkat, dan hanya 19 persen yang dapat menyelesaikan pendidikan SLTA. Dari mereka yang menamatkan SLTA tersebut hanya 1,7 persen yang berhasil menyelesaikan pendidikan setingkat Universitas.
Kualitas sumber daya manusia masih menjadi persoalan utama dalam bidang pendidikan di Indonesia, baik di tingkat pendidikan tinggi maupun pendidikan dasar dan menengah. Dari sekitar 160.000 dosen yang ada di Indonesia, hampir 54 persennya masih belum S-2 dan S-3. Sementara guru, dari 2,7 juta guru, 1,5 juta di antaranya belum S-i.
Kualitas sumber daya manusia adalah salah satu masalah yang dihadapi Indonesia dalam mewujudkan pembangunan jangka panjang. Masalah SDM terasa setelah permasalahan infrastruktur yang dihadapi Indonesia saat ini mampu diatasi. Sedangkan keterampilan dan produktivitas SDM menjadi salah satu penentu keberhasilan pembangunan jangka panjang dan butuh waktu antara 10 hingga 20 tahun untuk menyiapkan peningkatan kualitas SDM.
Masih banyaknya warga yang tidak melanjutkan pendidikan ke taraf yang memungkinkan mereka menggeluti profesi tertentu, menuntut upaya-upaya untuk membantu mereka dalam mewujudkan potensi yang dimilikinya agar dapat bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Sejauh ini, anggaran yang berkaitan dengan pendidikan mereka masih terbatas, sehingga berbagai upaya untuk dapat terus mendorong keterlibatan masyarakat dalam membangun pendidikan terus dilakukan oleh pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar makin tumbuh kesadaran akan pentingnya pendidikan dan mendorong masyarakat untuk terus berpartisipasi aktif di dalamnya.
Bertolak dari permasalahan yang dihadapi, pendidikan luar sekolah berusaha mencari jawaban dengan menelusuri pola-pola pendidikan yang ada, seperti pesantren, dan pendidikan keagamaan lainnya yang keberadaannya sudah jauh sebelum Indonesia merdeka, bertahan hidup sampai sekarang dan dicintai, dihargai dan diminati serta berakar dalam masyarakat. Kelanggengan lembaga-lembaga tersebut karena tumbuh dan berkembang, dibiayai dan dikelola oleh dan untuk kepentingan masyarakat. Di sisi lain, masyarakat merasakan adanya kebermaknaan dari program-program belajar yang disajikan bagi kehidupannya, karena pendidikan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi nyata masyarakat.
Pondok pesantren yang merupakan pola pendidikan yang ada di Indonesia diantara kegiataan yang umum di lakukan di Pondok Pesantren meliputi pengajian Kitab kuning, pengajian al-Qur'an, madrasah, dibaan, barjanji dan kegiatan tambahan lain.  Pondok pesantren disamping juga merupakan pusat pengembangan dan penyebaran ilmu-ilmu agama yang mempunyai lima elemen dasar tradisi yakni pondok (asrama), masjid, santri, kyai dan pengajian kitab klasik (kuning). Pengembangan sumber daya yang baik di pondok pesantren ditandai dengan semangat kerja para pengurus atau ustad-ustadzah yang tingi dan bertanggung jawab terhadap perkembangan pendidikan pondok pesantren.

Usaha-usaha yang dilakukan pihak pondok agar pengembangan sumber daya manusia dapat optimal adalah dengan jalan.
1.      Memberikan peran dan tanggung jawab kepada santri dalam event kegiatan pondok seperti Forum Kajian Ramadhan dan Haflah Akhirussannah
2.      Kegiatan khitobah
Khitobah  dalam bahasa arab artinya pidato. Namun oleh pondok ini lebih dijabarkan secara luas. Dalam kegiatan khitobah, sejumlah santri mendemonstrasikan suatu kegiatan yang bernuansa islami namun juga mengangkat nilai-nilai budaya setempat. Dalam demonstrasi tersebut ada santri yang akan berperan sebagai kyai, lurah, shokhibul hajat, MC, ustad-ustadzah dll. Kegiatan ini difungsikan sebagai ajang latihan para santri ketika nantinya harus terjun di masyarakat.



3.      Kegiatan kultum
Dalam kegitan ini santri berlatih untuk berbicara menyampaikan pesan-pesan positif kepada jamaah. Latihan kultum juga digunakan sebagai latihan santri ketika nantinya terjun dalam masyarakat.
4.      Masak bersama
Di pondok lumrah saja untuk makan santri mesti masak sendiri. Pada umumnya yang memasak adalah santri putri. Pondok pesantren yang merupakan tempat berbaurnya beragam jenis pribadi manusia dengan keunikan dan latar belakang yang berbeda. Tak dapat dipungkiri tidak semua santri kompeten dalam soal masak memasak. Untuk itu dalam kegiatan piket masak santri akan belajar dari santri lain. Suatu ketika pula santri akan ditugaskan sebagai pak catering atau bu catering yang bertugas untuk mengontrol hal-hal yang kaitannya dengan dapur dan makanan. Termasuk di dalamnya penyusunan menu makanan, belanja, dan jalannya piket masak.
5.      ROAN
Roan atau kerja bakti biasa dilakukan tiap satu minggu sekali. Kegiatan ini dimaksudkan agar santri memiliki pola kebiasan hidup bersih. Karena seperti yang telah diriwayatkan kebersiahan adalah sebagian dari pada iman. Dalam roan ini pula para santri akan belajar bekerja dalam tim, mambangun kerja sama, pembagian peran, tugas dan tanggung jawab.

Dengan berbagai kegiatan di pondok tersebut yang dimaksudkan untuk mengembangan sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah civitas akademika pondok pesantren termasuk di dalamnya kyai,pengasuh, ustad-ustadzah, pengurus dan santri. Akan dapat membantu mewujudkan pembangunan nasional. Buktinya telah banyak alumni lulusan pondok pesantren yang memiliki kontribusi besar bagi agama, nusa dan bangsa diantarnya adalah ;

1.      KH. Hasyim Asy'ari (Pendiri Jam'iyah Nahdlatul Ulama), 
2.      KH. Hasyim Muzadi (Ketua PB Nahdlatul Ulama),
4.      Dr. Din Syamsuddin (Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI)
5.      KH. Abdurrahman Wahid, salah seorang kyai yang terkenal, adalah mantan Presiden Republik Indonesia. Ia adalah putra KH. Wahid Hasyim, seorang kyai yang juga tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia dan pernah dua kali menjabat Menteri Agama di Indonesia. Sementara kakeknya adalah KH. Hasyim Asy'ari, seorang pahlawan nasional Indonesia dan pendiri Nahdlatul Ulama, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia.







BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Konstribusi pesantren kepada agama da bangsa takperlu diragukan lagi. Dari zaman penjajahan, kemerdekaan, reformasi hingga sekarang ini. Pondok pesantren yang bertujuan menciptakan dan mengembangkan kepribadian Muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Allah, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat
dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat seperti Rasul, yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad saw., mampu berdiri sendiri bebas
dan teguh dalam berkepribadian, menyiarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah masyarakat, dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia. Idealnya pengembangan kepribadian yang dituju ialah kepribadian Muslim yang kaffah, bukan sekadar Muslim biasa. Dengan rumusan tuuan ini dapat kita lihat bahwa adanya pendidikan dipesantren dimaksudkan  untuk mengembangkan sumber daya manusia yang ada didalamnya. Melalui berbagai kegiatan-kegiatan di dalam pondok pesantren tersebut.












DAFTAR PUSTAKA

Abd A’la, “Pengembangan Pendidikan Pesantren (Telaah Teologis terhadap Kurikulum dan
Metode),” KOMPAS, 11 September, 2000)  dalam Wacana Pengembangan Pesantren di Era Globalisasi oleh Miftah Arifin
Ahmad Atho’ul Muiz, “Skripsi Managemen Sumber Daya Manusia di Pondok Pesantren di Ihyaul Ulum dukun Gresik ”, www.perpustakaandigital.uinsuankalijaga.ac.id (di akses 12 Mei 2013)
Bagus Kisworo (2012). PSDM. Semarang. Buku Ajar FIP UNNES
Joko Sutarto (2008). Konsep Dasar PLS. Semarang. Buku Ajar FIP UNNES
Arsip negara (2007). STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL. Kemendikbud RI
Yusriati (2002). Peningkatan Sumber Daya Manusia Melalui Pondok Pesantren Khalafi Di Jawa Tengah : Studi Kasus Pondok Pesantren Miftakhus Sholikhin, Sigaluh, Banjarnegara.”, www.puslitbang.depag.com (diakses pada 13 Mei 2013)
Puslitbang depag (2005). Laporan Seminar Revitalisasi Pendidikan Pondok Pesantren 
di Era Globalisasi
”,
www.puslitbang.depag.com (diakses pada 13 Mei 2013)
Drs. Achamd Munib (2010). Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang. Buku Ajar MKU/MKDK UNNES
Alimudin S.Pd.I (2011). Pesantren Dalam Kebijakan Sisdiknas, www.alimualim.blogspot.com. (di akses pada 13 Mei 2013)
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994
Soedjoko Prasodjo, Profil Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1982






0 komentar:

Posting Komentar