Unduh PPt fromSlide Share PLS Bersinergi

Kamis, 12 Februari 2015

Evolusi Makna Pembangunan







MAKALAH
EVOLUSI MAKNA PEMBANGUNAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Pembangunan
Dosen pengampu Dr. Sungkowo Edy Mulyono, S.pd., M.Si


Disusun oleh:
1.      Noor  Salamah                         1201412046
2.      Azharuly Nafisadilah               1201412061
3.      Bagus Priyanto                         1201412068




PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNNES
2014


I.                   Pengantar
Negara yang berhasil ialah negara yang dapat membawa rakyatnya dalam kondisi sejahtera. Sering kita mendengar berita dalam koran pembangunan sebagai usaha mensejahterakan rakyat. Kita mungkin telah familiar dengan kata pembangunan, namun apa sebenarnya yang dimaksud dengan pembangunan? Tulisan ini akan menjawab pertanyaan tersebut sekaligus membahas makna pembangunan sejak ekonomi pembangunan lahir yaitu setelah Perang Dunia II.
II.               Pandangan Tradisional
Pada mulanya upaya pembangunan negara sedang berkembang (NSB) diidentikkan dengan upaya meningkatkan pendapatan per kapita atau disebut strategi pertumbuhan ekonomi. Indikator berhasil tidaknya pembangunan semata-mata dilihat dari meningkatnya pendapatan nasional (GNP) per kapita riil, dalam arti tingkat pertumbuhan pendapatan nasional dalam harga konstan (setelah dideflasi dengan indeks harga) harus lebih tinggi dibanding tingkat pertumbuhan penduduk.
Kecenderungan di atas terlihat dari pemikiran Harrod Domar, Arthur Lewis, WW Rostow, Hirschman, Rosenstein Rodan, Nurkse, Leibenstein. Pada dasarnya kata kunci dari pendapat mereka dalam pembangunan adalah pembentukan modal. Oleh karena itu, strategi pembangunan yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi. Tak pelak lagi konsep dan strategi pembangunan semacam itu dijiwai oleh pengalaman negara-negara Eropa (Eurocentrism). Paham developmentalis gaya Eropa ini ditandai dengan munculnya kapitalisme, naiknya masyarakat borjuis sebagai kelas sosial yang dominan, relatif berhasilnya revolusi industri, dan diperkenalkannya “Pertumbuhan” sebagai ide perkembangan masyarakat.
Sekitar tahun 1960, Maddison, Denison dan para ahli lain menemukan ada banyak faktor yang tadinya dianggap “residual”, ternyata ikut berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Residual ini dikaitkan dengan investasi modal manusia  dan kemajuan teknologi. Pentingnya investement in man, yang menekankan peranan faktor pendidikan dan budaya, merupakan tahap pertama menuju konsep pembangunan yang semakin tidak murni ekonomi lagi. Pembangunan pun semakin disadari tidak hanya berdimensi ekonomi tetapi multidimensi.
III.           Paradigma Baru dalam Pembangunan
Pada akhir dasawarsa 1960-an banyak negara berkembang mulai menyadari bahwa “pertumbuhan” tidak identik dengan “pembangunan”. Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang dan jasa secara nasional, sedang pembangunan berdimensi lebih luas dari sekedar peningkatan pertumbuhan ekonomi. Inilah yang menandai dimulainya masa pengkajian ulang tentang arti pembangunan.
Selama dasawarsa 1970-an, redefinisi pembangunan ekonomi diwujudkan dalam upaya meniadakan setidaknya mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan. Sejarah mencatat munculnya paradigma paradigma  baru dalam pembangunan seperti pertumbuhan dengan distribusi, kebutuhan pokok, pembangunan mandiri, pembangunan berkelanjutan dengan perhatian terhadap alam, pembangunan yang memperhatikan ketimpangan pendapat menurut etnis.
3.1 Strategi Pertumbuhan Dengan Distribusi
Para proponen strategi “pertumbuhan dengan distribusi” atau “redistribusi dari pertumbuhan”, padahakikatnya menganjurkan negara sedang berkembang agar tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan ekonomi  (memperbesar “kue” pembangunan) namun juga mempertimbangkan bagaimana distribusi “kue” pembangunan tersebut. Ini bisa diwujudkan denga kombinasi strategi seperti peningkatan kesempatan kerja, investasi modal manusia, perhatian pada petani kecil, sektor informal, dan pengusaha ekonomi lemah. Dengan kata lain syarat utamanya adalah orientasi pada sumber daya manusia atau daya yang menyebut sebagai orientasi populisme dalam pembangunan.
3.2 Strategi Kebutuhan Pokok
Embrio pendekatan kebutuhan pokok bermula dari program ILO (Internasional Labour Organization) tentang “World Development” pada tahun 1969. Ada yang berpendapat, kebutuhan pokok mencakup kebutuhan minimum konsumsi (pangan, sandang, perumahan) dan jasa umum (kesehatan, transportasi umum, air, fasilitas pendidikan).
Todaro (1989: 89), menekankan 3 nilai dasar pembangunan yaitu kemampuan menyediakan kebutuhan dasar, kebutuhan untuk dihargai dan kebebasan untuk memilih. Strategi pemenuhan kebutuhan pokok dengan demikian telah mencoba memasukkan semacam “jaminan” agar setiap kelompok sosial yang paling lemah mendapat manfaat dari setiap program pembangunan. Dengan kata lain, konsep kebutuhan pokok harus dipandang sebagai dasar utama dalam strategi pembvangunan ekonomi dan sosial.
3.3 Strategi Pembangunan Mandiri
Strategi pembangunan mandiri agaknya berjkaitan dengan strategi pertumbuhan dengan distribusi, namun strategi ini memiliki pola motivasi dan organisasi yang berbeda. Konsep “mandiri” dibawa ke tingkat internasional oleh negara – negara non-blok pada pertemuan Lusaka tahun 1970. Dengan demikian, konsep “mandiri” telah muncul sebagai konsep strategis dalam forum internasioanl sebelum konsep “Tata Ekonomi Dunia Baru” (NIEO) lahir dan menawarkan anjuran kerjasama yang menarik dibanding menarik diri dari percaturan global. Perjuanagn mengejar kemandirian pada tingkat lokal, nasional, atau regional, kadang kata bersifat revolusioner di lain kasus kadang bersifat reaktif.
3.4 Strategi Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan, muncul ketika isu mengenai lingkungan muncul pada dasa warsa 1970. Pesan utamanya adalah bahwa tata dunia baru atau lama tidak akan menguntungkan apabila sistem biologis alam yang menopang ekonomi dunia tidak diperhatikan. Laporan Club Of Rome pada tahun 1972, penulis buku The Limits to Growth menyimpulkan bahwa “bila trend pertumbuhan saat ini dalam penduduk dunia, industrialisasi, polusi, produksi makanan dan deplesi sumber daya terus tidak berubah, batas pertumbuhan atas planet ini akan dicapai dalam waktu kurang dari 100 tahun mendatang”
Namun ternyata ramalan Club of Rome tidak terbukti. Akhir-akhir ini isu mengenai lingkungan hidup semakin gencar dengan adanya laporan mengenai menipisnya lapisan ozon diatas planet bumi kita, isu polusi (udara, air, tanah), erosi tanah dan penggundulan hutan. Lester Brown (1981) menunjuk 4 area utama dari sudut pandang sustainabilitas, yaitu : tertinggalnya transisi energy, memburuknya sistem biologis utama, ancaman perubahan iklim, serta kurangnya pangan. Pada gilirannya, ini memperkuat pandangan bahwa strategi pembangunan di banyak negara seakan “buta” terhadap lingkungan hidup. Para pendukung utama pembangunan berkelanjutan lalu menunjuk pentingnya strategi ecodevelopment, yang intinya mengatakan bahwa masyarakat dan ekosistem di suatu daerah harus berkembang bersama-sama menuju produktivitas dan pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi; namun yang paling utama strategi pembangunan ini harus berkelanjutan baik dari sisi ekologi maupun sosial.
3.5 Stategi Berdimensi Etnik
Strategi ethnodevelopment, bermula muncul pada konflik antar etnis. Isu antar etnis (rasial,suku) berkembang di afrika, dan semakin intens terjadi di asia selatan pada dasa warsaa 1980-an. Ini sering terjadi terutama pada masyarakat dimana terdapat multi etnis. Ada beberapa konflik yang biasa muncul yaitu : konflik antar penguasaan sumber daya alam,konflik yang berkaitan dengan masalah infrastruktur, konflik atas bagaimana pemerintah mendistribusikan sumberdaya.
Sejauh ini baru Malaysia yang secara terbuka memasukan konsep ethnodevelopment dalam formulasi kebijakan ekonomi baru-nya (NEP). NEP di rancang dan di gunakan untuk menjamin agar buah pembangunan dapat di rasakan kepada semua warga negara secara adil, baik ia dari komunitas cina, india, ataupun masyarakat pribumi Malaysia (Faaland, et.al.1990). inilah barangkali sebab utama adanya data mengenai distribusi antar etnis dalam setiap publikasi Malaysia.

IV.           Paradigma Pembangunan : Utopis ataukah normatif?

Sejarah pemikiran mengenai pembangunan memang diwarnai dengan evolusi pembangunan. Dari pemujaan terhadap pertumbuhan, hingga paradigma baru dalam pembangunan seperti pertumbuhan dengan distribusi, kebutuhan pokok (basic needs), pembangunan mandiri (self-reliant development), pembangunan berkelanjutan dengan perhatian terhadap alam (ecodevelopment), pembangunan yang memperhatikan ketimpangan pendapatan menurut etnis (ethnodevelopment).
Kendati demikian, banyak yang memandang berbagai paradigma baru tentang pembangunan ini maih berada pada dataran normative. Artinya kontribusinya mengenai pembangunan tidak berbicara konteks actual namun lebih membahas apa yang seharusnya di lakukan. Atau alternatifnya, kita mau tidak mau harus mengkombinasikan paradigma tersebut dalam formulasi maupun implementasi kebijaksanaan. Jadi pembangunan harus dilihat sebagai proses yang muti dimensi, yang mencakup perubahan-perubahan utama dalam struktur sosial,perilaku dan kelembagaan.


V.                Penutup


Dengan disusunnya tulissn ini diharpkan mahasiswa akan memahami materi Ekonomi Pembangunan. Makna dari evolusi ekonomi pembangunan serta dimensi-dimensinya.

0 komentar:

Posting Komentar