KONSEP KEEFEKTIFAN PROGRAM
PENDIDIKAN NON FORMAL
Disusun untuk memenuhi
tugas kelompok mata kuliah
Manajemen Program Pendidikan Non Formal
Dosen
Pengampu :
Prof.
Dr. Rasdi Ekosiswoyo, M.Sc.
Prof. Dr. Joko Sutarto, M.Pd.
Oleh :
1.
Muhammad Rizal Pratama 1201412010
2.
Noor Salamah 1201412046
3.
Agus Solehudin 12014120
FAKULTAS ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Salah satu tujuan nasional bangsa
Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan itu yang tercantum pembukaan
UUD 1945, dalam upaya pencerdasan itun tentunya yang paling besar adalah
melalui proses pendidikan. Di Indonesia sendiri di kenal ada 3 macam jalur
pendidikan, yaitu Pendidikan Formal, Pendidikan Informal, dan Pendidikan Non
Formal.
Pendidikan Non Formal merupakan jalur
pendidikan yang jauh lebih luas cakupannya dibandingkan dengan kedua jalur
pendidikan yang lain, Pendidikan Non Formal lebih bisa untuk menjangkau
masyarakat luas yang tidak terjangkau
oleh Pendidikan Formal, karena salah satu ciri dari Pendidikan Non Formal
adalah tidak ada batasan usia peserta didik, biaya relative tidak terlalu
mahal, dan sebagainya yang itu merupakan juga keunggulan Pendidikan Non Formal
dibandingkan Jalur Pendidikan yang lain.
Di zaman yang serba modern dan semuanya
berbau teknologi ini program-program Pendidikan Non Formal masih tetap
dibutuhkan, bahkan akan semakin banyak dibutuhkan, karena semakin banyaknya
kemampuan-kemampuan baru yang harus di miliki individu untuk aktualisasi
dirinya, juga untuk mempertahankan eksistensinya di dalam kehidupan.
Maka dari itu, diharapkan akan muncul
lebih banyak program-program baru guna menambah softskill masyarakat untuk
menghadapi zaman yang serba maju ini. Tentunya dengan memperhatikan keefektifan
berbagai programnya bagi masyarakat. Karena ketika Pendidikan Non Formal
memiliki banyak program namun hasil
keluaran dari program tersebut tidak sesuai dengan tujuan atau denga kata lain
tidak efektif dan efisien, maka bisa dikatakan program itu gagal.
Mengantisipasi dari pada itu, seorang
Cendikiawan Pendidikan Non Formal haruslah memahami tentang konsep keefektifan
program Pendidikan Non Formal, dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
keefektifan Pendidikan Non Formal yang akan diulas lebih mendalam pada makalah
ini.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana Konsep keefektifan Program Pendidikan Non
Formal yang baik ?
2.
Pendekatan apa saja yang digunakan untuk
mengeefektifkan program Pendidikan Non Formal ?
3.
Apa saja factor yang mempengaruhi keefektifan
program Pendidikan Non Formal?
1.3 TUJUAN
1.
Mahasiswa mengetahui konsep keefektifan Program
Pendidikan Non Formal yang baik.
2.
Mahasiswa memahami pendekatan apa saja yang
digunakan untuk mengeefektifkan program Pendidikan Non Formal.
3.
Mahasiswa mengetahui apa saja factor yang
mempengaruhi keefektifan program Pendidikan Non Formal?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Konsep keefektifan
program pendidikan non formal
Jika ditelaah secara mendalam apa yang
tersirat dalam UU Sisdiknas dan dilihat dari beberapa perspektif.
1.
Pedidikan non formal diselenggarakan bagi bagi warga
belajar yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan
formal
2.
Berfungsi mengembangkan potensi peserta didik
3.
PNF meliputi Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH), PAUD,
pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan pelatihan kerja dan keterampilan, pendidikan kesetaraan,
dan pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan warga belajar
4.
Satuan PNF terdiri atas lembaga kursus, lembaga
pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majlis
taklim serta satuan PNF sejenis lainnya.
5.
Dalam konteks PNF, kursus dan lembaga pelatihan
diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,
keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri,
mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan atau melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi.
6.
Hasil PNF dapat dihargai setara dengan hasil program
pendidikan formal setelah melalui proses penilaian oleh lembaga yang ditunjuk
pemerintah atau pemerintah daerah yang mengacu pada standar nasional
pendidikan.
Para ahli dan peneliti telah
mengungkapkan bagaimana mengukur efektifitas itu ;
Emitai Etzioni (1982:54) : efektifitas
dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk
mencapai sasaran atau tujuan.
Komaruddin (1994:294) : efektifitas
adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan kegiatan managemen
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan lebih dulu.
The liang gie (2000:24) : efektifitas adalh keadaan atau
kemampuan suatu kerja yang dilaksanakan oleh manusia untuk memberikan guna yang
diharapkan.
Gibson (1984:28) : efektifitas adalah
konteks perilaku organisasi merupakan hubungan antar produksi, kualitas,
efisiensi, fleksibilitas, kepuasan, sifat keunggulan dan pengembangan.
Jadi kesimpulannya, efektifitas
merupakan tingkat ketercapaian tujuan dari aktivasi-aktivasi yang telah
dilakukan dibanding dengan target yang telah dittapkan sebelumnya.
Tiga pendekatan mengenai efektifitas
menurut Gibson (1984:38)
a.
Pendekatan tujuan
Keberadaan
organisasi dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu
b.
Pendekatan teori sistem
Pertahanan
elemen dasar masuk proses-pengeluaran dan mengadaptasi terhadap lingkungan yang
lebih luas yang menopang organisasi
Dapat
disimpulkan
1.
Kriteria efektifitas harus mencerminkan siklus
masuk-proses-keluaran
2.
Kriteria efektifitas harus mencerminkan hubungan
antar organisasi dan lingkungan yang lebih besar dimana oraganisasi itu berada
3.
Pendekatan multiple Constituency
Perspektif yang
menekankan pentingnya hubungan relatif di antara kepentingan kelompok dan individual
dalam hubungan relatif dianatara
kepentingan kelompok dan individu dalam suatu oragnisas
Pendekatan Multiple
Constituency. Pendekatan ini adalah perspektif yang menekankan pentingnya
hubungan relative di antara lepentingan kelompok dan individual dalam suatu
organisasi.
Robbins (1994:54) dalam
Joko Sutarto:2013 mengungkapkan juga mengenai pendekatan dalam efektivitas
organisasi:
1.
Pendekatan pencapaian tujuan (goal attainment
approach)
Pendekatan ini memandang keefektifan
organisasi dapat dilihat dari pencapaian tujuannya (ends) daripada caranya
(means). Kriteia pendekatan yang popular digunakan adalah memaksimalkan laba,
memenangkan persaingan, dan sebagainya. Metode manajemen yang terkai dengan
pendekatan ini adalah Manajemen By Objective (MBO) yaitu falsafah yang menilai
keefektifan organisasi dan anggotanya dengan cara menilai seberapa jauh mereka
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
2.
Pendekatan Sistem
Pendekatan ini menekankan bahwa untuk meningkatakan kelangsungan hidup
organisasi, maka perlu diperhatikan adalah sumber daya manusiannya,
mempertahankan diri secara internal dan memperbaiki struktur organisasi dan
pemanfaatan teknologi agar dapat berintegrasi dengan lingkungan yang darinya
organisasi tersebut memrlukan dukngan terus menerus bagi kelangsungan hidupnya.
3.
Pendekatan Konstituensi-Strategis
Pendekatan ini menekankan pada pemenuhan
tuntutan konstituensu itu di dalam lingkungan yang darinya orang tersebut
memerlukan dukungan terus menerus bagi kelangsungan hidupnya.
4.
Pendekatan nilai-nilai bersaing
Pendekatan ini mencoba
mempersatukan ke tiga pendekaan di atas masing-masing didasarkan atas suatu
kelmpok nilai. Masing-masing nilai selanjutnya lebih disukai berdasarkan daur
hidup dimana organisai itu berada.
Berdasarkan Pendapat di
atas, dapat diketahui bahwa pendekatan tujuan didasarkan pada pandangan
organisasi diciptakan sbagai alat untuk mencapai tujuan. Dalam teori system,
organisasi dipandang sebagai suatu unsur dari sejumlah unsur yang saling
berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
Sedangkan pendekatan Multiple
Constituency merupakan pendekatan yang menggabungkan pendekatan tujuan denga
pendekatan system sehingga diperoleh satu pendekatan ynag lebih tepat bagi
tercapainya efektivitas organisasi. Sedangkan pendekatan nilai-nilai bersaing
merupakan pendekatan yang menyatukan ketiga pendekatan yang dikemukakan di atas
yang disesuaikan dengan nilai suatu kelompok.
Dilihat dari sasarannya PNF mencakup
segala lapisan masyarakat yang tidak terbatas pada usia, jenis kelamin, status social
ekonomi dan tingkat pendidikan sebelumnya. Sasaran tersebut tidak hanya
diprioritaskan kepada mereka yang belum pernah sekolah, putus sekolah atau
mereka yang tamat sekolah serta ingin mendapatkan pekerjaan, tetapi PNF juga
melayani semua masyarakat tanpa
terkecuali termasuk mereka yang telah memiliki tingkat pendidikan tinggi /
pekerjaan yang tetap sekalipun. Denga kata lain, sasaran PNF adalah mereka yang
masih membutuhkan tambahan pengetahuan dan ketrampilan untuk menigkatakan
dirinya sesuai denga motto pendidikan seumur hidup(lifelong education).
Berdasarkan paparan diatas Pendidikan
Non Formal berperanan penting dalam mengembangkan kualitas manusia dalam dua
dimensi yakni dimensi individu dan social yang dipengaruhi dan mempengaruhi
aspek-aspek kehidupan manusia yang lain: ekonomi, politik, social, budaya,
lingkungan. Program PNF hendaknya mencakup berbagai aspek kehidupan, yakni
pendidikan bermasyarakat, pendidikan ekonomi, pendidikan politik, pendidikan
budaya, pendidikan teknologi, dan pendidikan lingkungan.
Permasalahan yang sering muncul dalam
penyelenggaraan PNF masih tampaknya nuansa proyek. Factor kemampuan SDM dan
penghargaan yang masih rendah terhadap pendidikan nonformal menyebabkan
penyelenggaraan PNF cenderung tidak proporsional. Pendidikan Non Formal masih
sering dipandang sebelah mata dan dianggap hanya pendidikan kelas dua setelah
pendidikan formal. Padahal sejatinya peranan pendidikan non formal jauh lebih
besar dibandingkan denga pendidikan formal.
Pendidikan non formal dapat dijadikan
sebagai pendidikan alternative yang menawarkan solusi konstruktif dan inovatif
untuk kemajuan dunia pendidikan. Pendidikan non formal merupakan upaya untuk
menigkatkan kualitas hidup masyarakat. Program PNF memiliki nilai keberpihakan
kepada kaum yang lemah(pro poor), prinsip pemberdayaan masyarakat, prinsip
partisipasi dari masyarakat, dan prinsip pensisikan sepanjang hayat.
Oleh sebab itu program PNF mampu
meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, daya saing masyarakat untuk mengatasi
permasalahan yang ada di dalam masyarakat, khususnya masalah pengaguran dan
kemiskinan. Pendidikan non formal, khususnyamelalui pendidikan kecakapan hidup
dan lembaga kursus akan menajdi pilihan utama bagi mereka ynag menginginkan
untuk mendapatkan pekerjaan dan usaha mandiri maupun kelompok.
2. Faktor yang
mempengaruhi keeffektifan Program PNF
Dalam
menjawab pertanyaan di atas bukanlah pekerjaan yang mudah, seperti membalik
telapak tangan, walaupun dalam sejarahnya pendidikan non formal sebetulnya
lebih tua dari pendidikan formal. Untuk meningkatkan efektifitas pendidikan non
formal dalam pengembangan kualitas manusia ? yang perlu dilakukan para
penyelenggara pendidikan non formal, maupun komunitas pendidikan non formal.
Pertama, perlu menata konsep yang tepat tentang program-program pendidikan non
formal. Kedua, perlu merencanakan program pendidikan non formal berbasis
kebutuhan nyata warga sasaran. Ketiga, penyelenggaraan dan pengelolaan
pendidikan non formal secara tekun dan berkelanjutan dengan prinsip-prinsip manajemen
yang tepat guna, secara lebih singkat dapat di katakan bahwa untuk meningkatkan
efektivitas pendidikan non formal dalam pengembangan kualitas manusia maka
diperlukan upaya penataan ketenagaan PNF menjadi lebih profesional yang mampu
menata konsep yang tepat tentang PNF dan dapat merencanakan program PNF yang
berbasis kebutuhan dan membangun kelembagaan PNF.
Pamong belajar bertugas dan
bertanggung jawab menyuluh, membimbing, mengajar, melatih peserta didik dan
mengembangkan model program pembelajaran, alat pembelajaran dan pengelolaan
pembelajaran pada jalur PNF, kedua pendidik PAUD non formal, yaitu tenaga honor
yang di beri tugas, tanggungjawab dan wewenang menyelenggarakan pembelajaran
bagi anak usia dini, mereka bertugas dan bertanggung jawab membimbing dan
melatih anak usia dini pada kelompok bermain. Peningkatan kualitas serta
kompetensi pendidikan dan tenaga kependidikan PNF merupakan kebutuhan yang
tidak dapat dihindari dan ini harus selalu dilakukan sebagai langkah
antisipatif dan responsif dari perubahan-perubahan yang ada pada masyarakat
pada umumnya dan perkembangan pendidikan non formal pada khususnya. Terlebih
pada saat ini perkembangan teknologi canggih yang sangat pesat sehingga
menuntut pendidik dan tenaga kependidikan PNF (PTK-PNF) untuk mengejar
ketinggalan.
Tenaga kependidikan PNF yang
profesional yang dapat di lakukan dengan tiga pendekatan yaitu : pendidikan
karakteristik, pendekatan institusional dan pendekatan legalistik.
pendekatan karakteristik, yang memandang profesi mempunyai seperangkat elemen inti yang membedakan dengan pekerjaan lainya. Hasil studi sifat karakteristik profesi meliputi : 1) kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan, 2) memiliki pengetahuan spesialis, 3) memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain, 4) memiliki tehnik kerja yang dapat di komunikasikan, 5) memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri atau self organization, 6) mementingkan kepentingan orang lain, 7) memiliki kode etik, 8) memiliki sanksi dan tanggung jawab komunitas, 9) memiliki sistem upah dan, 10) memiliki budaya profesi.
pendekatan karakteristik, yang memandang profesi mempunyai seperangkat elemen inti yang membedakan dengan pekerjaan lainya. Hasil studi sifat karakteristik profesi meliputi : 1) kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan, 2) memiliki pengetahuan spesialis, 3) memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain, 4) memiliki tehnik kerja yang dapat di komunikasikan, 5) memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri atau self organization, 6) mementingkan kepentingan orang lain, 7) memiliki kode etik, 8) memiliki sanksi dan tanggung jawab komunitas, 9) memiliki sistem upah dan, 10) memiliki budaya profesi.
Pendidikan institusional, memandang
profesi dari segi profesi institusional atau perkembangan asosiasionalnya,
artinya menekankan pengakuan atas suatu profesi oleh negara atau pemerintah.
Menurut wilwnsky, menemukan lima langkah untuk memprofesikan suatupekerjaan,
yaitu : a) memunculkan suatu pekerjaan yang penuh waktu atau full time bukan
pekerjaan sambilan, b) menetapkan satuan PNF tanpa menjalani proses pendidikan
dan pelatihan, c) mendirikan organisasi atau asosiasi profesi, d) melakukan
agitasi secara politis untuk memperjuangkan adanya perlindungan hukum terhadap
asosiasi atau perhimpunan tersebut, dan e) mengadopsi secara formal kode etik
yang di tetapkan.
Pendekatan legalistik, yaitu
pendekatan yang menekankan adanya pengakuat atau suatu profesi oleh negara atau
pemerintah. Suatu pekerjaan dapat disebut profesi jika dilindungi oleh undan
undang atu produk hukum yang ditetapkan oleh pemerintah suatu negara. Menurut
M. Friedman pengakuan atas suatu pekerjaan menjadi suatu profesi sesungguhnya
dapat sitempuh melalui tiga tahap yaitu : a) registrasi (registration), b)
serifikasi (sertification) dan, c) lisensi (licensing).
Berdasarkan beberapa paparan tentang
profesionalisme PTK-PNF, sebagai upaya untuk meningkatkan efektifitas
pendidikan non formal dalam pengembangan kualitas manusia, ada tiga agenda
terkait dengan ketenagaan yang perlu dilakukan sebagai langkah awal menuju
PTK-PNF, yaitu : 1) pembentukan asosiaso PTK-PNF, 2) penyelenggaraan
sertifikasi PTK-PNF dan, 3) penyusunan peraturan perundang undangan (PP) yang
mengatur tentang kedudukan, peran, fungsi dan tanggungjawab PTK-PNF, termasuk
didalmanya pemberian penghargaan.
Langkah langkah pengembangan program
yang dapat dilakukan agar PKBM dapat lebih optimal dalam pengembangan SDM,
meliputi : 1) analisis dan penentuan kebutuhan pendidikan akar masalah, isu
strategis, 2) penentuan strategi pengembangan, 3) rencana implementasi dan
penyusunan rencana evaluasi.
Penentuan
kebutuhan atau masalah strategis, identifikasi kebutuhan menekankan pada
dicapainya kebutuhan objektif untuk menentukan keberadaan dan keberlajutan
program. Proses identifikasi kebutuhan mencakup : 1) kinerja (performance), apa
tujuan atau hasil pendidikan yang diharapkan, apa kinerja dari orang, program
pelayanan saa tini, 2) aktifitas sekarang atau potensial, dengan cara apa dapat mencapai tujuan yang
diharapkan, dan 3) keputusan, apa tindakan (alokasi sumber daya, intervensi,
penentuan prioritas) yang dapat dilakukan salah satu metode dalam mengkaji akar
maslah / kebutuhan pendidikan / isu strategis dapat dilakukan dengan menerapkan
menejemen strategis, yang meliputi : kajian visi, misi dan nilai, program /
lembaga, kajian isu isu strategis dari kekuatan, kelemahan peluang dan hambatan
isu strategis, penentuan strategi dan penentuan rencana aksi / kegiatan.
Implementasi
program. Pelaksanaan suatu strategi yang di dalamnya mengandung berbagai
rencana aksi atau program, maka terlebih dahulu harus dilakukan analisis
kelayakan untuk menentukan program mana yang layak dilaksanakan. Analisis
kelayakan mencakup dua aspek, yaitu: analisis sumber daya dan analisis pemangku
kepentingan. Analisis pemangku kepentingan dilakukan dengan menganalisis
kedudukan masing-masing pemangku kepentingan. Hasil analisis menunjukan
pemangku kepentingan memiliki posisi(menentukan untuk menyediakan dana, hubungan,
fasilitas)dan skills(pengetahuan dan lain-lain) yang memberikan pengaruh pada
program tersebut. Artinya pemangku kepentingan memiliki andil dalam
melaksanakan strategi yang dipilih. Pemangku kepentingan dapat ditinjau dari
empat golongan yaitu 1) pemangku kepentingan yang memiliki kemampuan(posisi)
kuat dan skill yang kuat pula, 2) pemangku kepentinganyang memiliki posisi kuat
tetapi lemah dalam keterampilan, 3) pemangku kepentinagan yang memiliki
keterampilan kuat tetapi posisinya lemah, dan 4) pemangku kepentingan posisi
dan keterampilan yang sama-sama lemah.
Rencana aksi yang
telah dilaksanakan perlu diketahui pencapaian kinerjanya. Untuk itu diperlukan
suatu upaya untuk menilainya. Evaluasi diartikan sebagai kegiatan sistematis
untuk mengumpulkan, mengelola, dan menyajikan data atau informasi yang
diperlukan sebagai masukan untuk pengambilan keputusan (sudjana, 2000). Melihat
batasan tersebut terdapat unsur penting dalam evaluasi, yaitu: 1) kegiatan
sistematis berarti kegiatan dilaksankan melalui prosedur yang tertib; 2) data
atau informasi yang diperoleh melalui
upaya pengumpulan, pengolahan, dan penyajian dengan menggunakan metode
dan teknik ilmiah; 3) pengambilan keputusan menekankan bahwa
data yang disajikan memberikan nilai berguna sebagai masukan pengambilan
keputusan tentang alternatif yang akan diambil. Secara singkat proses evaluasi
merupakan kegiatan 1) merumuskan berbagai pertanyaan yang ingin dijawab,
termasuk penetapan kriteria, 2) mengumpulkan data yang memungkinkan terjawabnya
pertanyaan; 3) menganalisis data dan menginsprestasikan apa makna data sesuai
dengan pertanyaan yang ada dan 4) memutuskan untuk memodifikasi rencana,
kegiatan, dan /atau program sesuai temuan. Namun, kegiatan evaluasi bukan
proses mekanikal dan otomatis, tetapi perlu dipikirkan secara berulang-ulang
untuk menetapkan kapan(when) untuk mengevaluasi apa(what) dan siapa(who) yang
terlibat dalam evaluasi rencana aksi.
BAB III
KESIMPULAN
a. Kesimpulan
Setiap program pendidikan non formal haruslah
memiliki tingkat efektifitas yang tinggi dan memiliki dampak positif bagi
masyarakat sesuai tujuan yang telah dicacangkan, agar masyarakat yang menjadi
sasaran program mampu mengaplikasikan ilmunya dengan baik. Agar program PNF memiliki tingkat efektifitas
yang tinggi tentunya pegiat PNF harus memperhatikan konsep keefektifan program
PNF, factor-factor yang mempengeruhi
keefektifan program PNF, dan tentunya evaluasi baik formatif maupun sumatif.
b.
Saran
Pendidikan nonformal
memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembangkan kualitas manusia,
terlebih di era globalisasi sekarang ini. Untuk meningkatkan efektifitas
pendidikan nonformal dalam pengembangan kualitas manusia? Yang perlu dilakukan
para penyelenggara pendidikan mnonformal. Pertama, perlu menata konsep yang tepat
tentang program-program pendidikan nonformal. Kedua, perlu merencanakan program
pendidikan nonformal berbasis kebutuhan nyata warga belajar. Ketiga,
penyelenggara dan pengelolaan pendidikan nonformal secara tekun dan
berkelanjutan dengan prinsip-prinsip manajemen yang tepat dan guna,secara lebih
singkat dapat dikatakan bahwa untuk meningkatkan efektifitaspendidikan
nonformal dalam pengembangan kualitas manusia maka diperlukan upaya penataan
ketenagaan PNF menjadi profesional yang mampu menata konsep yang tepat tentang
PNF dan dapat merencankan program PNF yang berbasis kebutuhan serta
mengembangkan kelembagaan PNF.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Sutarto Joko, Manajemen pendidikan non formal,
Semarang, Unnes Press, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar