SOLIDARITAS DI KALANGAN PEGIAT PENDIDIKAN NON FORMAL
MAKALAH
Disusun
untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah Psikologi Sosial
Dosen Pengampu : Drs. Siswanto M.M
Oleh
1.
Noor Salamah 1201412046
2.
Rifqi Jundi M.A 1201412057
3.
Dessy Ayu Alfiati 1201412058
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Berlakang
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial yang sangat membutuhkan orang
lain disekitarnya. Multikulturalisme yang ada di Indonesia menyebutkan bahwa
Indonesia mempunyai banyak keragaman dan kekayaan yang sangat membutuhkan
solidaritas antar sesama umat manusia demi tercapainya kehidupan yang harmonis.
Mengacu pada negara Indonesia yang mempunyai budaya beraneka ragam, agama yang
diakui dan suku yang bermacam-macam, berbicara tentang solidaritas antar umat
manusia rasanya sudah biasa. Solidaritas yang pada umumnya adalah kata yang
dipakai untuk mempersatukan dan menyamakan perbedaan disekeliling kita pun,
sudah mulai pudar. Perpecahan diantara umat manusia semakin bertambah banyak
jika tidak ada solidaritas yang dimulai dari dalam diri. Perasaan solidaritas,
senasib seperjuangan, setia, sifat satu rasa yang solider diberbagai macam
kalangan, sangat minim dan banyak dilupakan demi kepuasan diri sendiri atas
kepentingan pribadi.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berdampak
pada pembagian kerja dalam masyarakat. Durkheim dalam bukunya The Division Of LabourIn Society
menjelaskan di bidang perekonomian seperti dibidang industri modern terjadi
penggunaan mesin serta konsentasi modal dan tenaga kerja yang mengakibatkan
pembagian kerja dalam bentuk spesialisasi dan pemisahan okupasi yang semakin
rinci. Gejala pembagian kerja tersebut dijumpai pula di bidang perniagaan dan
pertanian, dan tidak terbatas pada bidang ekonomi, tetapi melanda pula
bidang-bidang kehidupan lain : hukum, politik, kesenian, pendidikan dan bahkan
juga keluarga. Durkheim menekankan pada arti penting pembagian kerja
dalam masyarakat, karena menurutnya fungsi pembagian kerja adalah untuk
meningkatkan solidaritas. Dengan adanya solidaritas timbulah kepercayaan dan
ketergantungan diantara para anggota. Rasa kepercayaan inilah yang menjadi
kekuatan paling kuat dalam mempengaruhi budaya kerja.
Kaitannya dengan pendidikan non formal, tak urung dalam
setiap program yang dilaksanakan oleh pegiat pendidikan non formal baik itu
pamong belajar, fasilitator, penyuluh, dosen PLS maupun pengelola kursus
pastilah terdapat suatu pembagian kerja.
Dimana karena pembagian kerja inilah akan timbul solidaritas atau rasa
kesetiakawanan yang kemudian mamacu peningkatan rasa kepercayaan dan
ketergantungan sehingga kelompok pegiat pendidikan non formal dalam kerjanya
dapat berjalan secara efektif dan efisien.
B. Rumusan Masalah
Dari
pembahasan di atas dapat ditarik suatu rumusan permasalahan yaitu;
1.
Apa yang dimaksud dengan solidaritas ?
2.
Siapa sajakah pegiat pendidikan non formal ?
3.
Bagaimanakah mengembangkan solidaritas di kalangan pegiat
pendidikan non formal ?
C. Tujuan Penulisan
1.
Memahami apa yang dimaksud dengan solidaritas.
2.
Memahami siapakah pegiat pendidikan non formal itu
3.
Memahami cara mengembangkan solidaritas di kalangan
pegiat pendidikan non formal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Solidaritas dalam Pendidikan Non Formal
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, solidaritas adalah
sifat atau perasaan solider, dimana solider artinya sifat satu rasa atau
kesetia kawanan. Menurut Dr. W.A. Gerungan, Dipl. Psych, solidaritas adalah
kesetiakawanan di antara anggota kelompok sosial.
Durkheim melihat bahwa setiap masyarakat manusia
memerlukan solidaritas. Ia membedakan solidaritas menjadi dua tipe utama yaitu
solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Secara sederhana kedua tipe
solidaritas itu dapat diskemakan sebagai berikut ;
►
Solidaritas mekanik (desa)
§
Individualitas rendah
§
Keterlibatan komunitas dalam menghukum orang yang
menyimpang
§
Bersifat primitif-pedesaan
§
Konsensus terhadap pola-pola normatif penting
§
Secara relatif saling ketergantungan rendah
§
Pembagian kerja rendah
§
Kesadaran kolektif kuat
§
Hukum represif dominan
►
Solidaritas organik (kota)
§
Kesadaran kolektif lemah
§
Pembagian kerja tinggi
§
Hukum restitutif dominan
§
Individualitas tinggi
§
Konsensus pada nilai-nilai abstrak dan umum penting
§
Badan-badan kontrol sosial yang menghukum orang yang
menyimpang
§
Bersifat industrialis – perkotaan
§
Saling ketergantungan tinggi
Durkheim menekankan pada arti penting pembagian kerja
dalam masyarakat, karena menurutnya fungsi pembagian kerja adalah untuk
meningkatkan solidaritas. Pembagian kerja yang berkembang pada masyarakat
dengan solidaritas mekanik tidak mengakibatkan disintegrasi masyarakat yang
bersangkutan, tetapi justru meningkatkan solidaritas karena bagian masyarakat
menjadi saling tergantung.
Solidaritas mekanik merupakan suatu tipe solidaritas yang
didasarkan atas persamaan. Solidaritas mekanik dijumpai pada masyarakat yang
masih sederhana yang dinamakan masyarakat segmental. Pada masyarakat seperti
ini belum terdapat pembagian kerja yang berarti apa yang dapat dilakukan oleh
seorang anggota masyarakat biasanya dapat dilakukan pula oleh orang lain.
Dengan demikian tidak terdapat saling ketergantungan antara kelompok, karena
masing-masing kelompok dapat memenuhi kebutuhanya sendiri dan masing-masing
kelompok pun terpisah satu dengan yang lain. Tipe solidaritas yang didasarkan
atas kepercayaan dan setiakawan ini diikat oleh apa yang oleh dinamakan
conscience collective yaitu suatu sistem kepercayaan dan perasaan yang menyebar
merata pada semua anggota masyarakat. Lambat laun pembagian kerja dalam
masyarakat semakin berkembang sehingga solidaritas mekanik berubah menjadi
solidaritas organik. Pada masyarakat dengan solidaritas organik masing-masing
anggota masyarakat tidak lagi dapat memenuhi semua kebutuhanya sendiri
melainkan ditandai oleh saling ketergantungan yang besar dengan orang atau
kelompok lain. Solidaritas organik merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri
atas bagian yang saling tergantung laksana bagian suatu organisme biologi.
Berbeda dengan solidaritas mekanik yang didasarkan pada hati nurani kolektif
maka solidaritas organik didasarkan pada hukum dan akal.
Masyarakat ideal berdasarkan konsep solidaritas sosial.
Solidaritas sosial menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu dan atau
kelompok yang berdasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut
bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Ikatan solidaritas
sosial menurutnya lebih mendasar daripada hubungan kontraktual yang dibuat atas
persetujuan rasional, karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan
sekurang-kurangnya satu derajat konsensus terhadap prinsip-prinsip moral yang
menjadi dasar kontrak itu.
B. Pegiat Pendidikan Non Formal
Pegiat dapat didefiniskan sebagai seseorang yang aktif atau giat dalam melakukan suatu kegiatan
atau tindakan. Sedangkan pendidikan non formal adalah segala macam bentuk
pendidikan di luar kaidah pendidikan formal. Karakteristik dari pendidikan non
formal adalah
·
Program kegiatan sesuai kebutuhan masyarakat
|
·
Materi pembelajaran bersifat praktis
|
·
Waktu belajar relatif singkat
|
·
Tidak ada pembatasan usia yang ketat
|
·
Tidak mengutamakan kredensial
|
·
Suasana belajar saling membelajarkan
|
·
Program terencana, teratur, dan terprogram
|
·
Bisa berjenjang bisa tidak berjenjang
|
·
Tujuan lebih diarahkan pada domain keterampilan
|
Jadi Pegiat pendidikan non formal adalah seseorang yang
giat atau aktif dalam mengkontribusikan dirinya terhadap segala macam kegiatan
pendidikan yang berada di luar kaidah pendidikan formal. Pegiat pendidikan non
formal terdiri dari pamong belajar, fasilitator, penyuluh, pengelola kursus,
pengelola lembaga swadaya masyarakat dan profesi sejenis lainnya.
Dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional dijelaskan bahwasanya fungsi dari pendidikan non formal
adalah sebagai pelengkap, penambah atau pengganti pendidikan formal.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 26 ayat 3, mengklasifikasi program pendidikan
nonformal ke dalam beberapa program, meliputi pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan
perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik.
Dalam jalur pendidikan non formal, Pasal 26 ayat 4,
disebutkan bahwa satuan pendidikan nonformal dikelompokkan ke dalam lembaga
kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat,
dan majlis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
Gambaran selengkapnya mengenai ketenagaan belajar
(pegiat) pendidikan nonformal dapat dilihat pada uraian berikut:
a. Tenaga pendidik
PNFI meliputi
1.
Pamong belajar UPT P2PNFI dan BPPNFI, UPTD BPKB/SKB
2.
Fasilitator desa intensif (FDI)
3.
Tutor KF
4.
Tutor Paket A, B, C
5.
Tenaga pendidik dan pengasuh PAUD
6.
Tenaga pendidik dan penguji praktek kursus
7.
Narasumber teknis KBU
8.
Tenaga pendidik PNF lainnya (instruktur magang)
b. Tenaga Kependidikan PNFI yaitu :
1.
Penilik
2.
Tenaga Lapangan Dikmas (TLD)
3.
Pengelola PKBM
4.
Pengelola Kelompok Belajar
5.
Pengelola Kursus
6.
Pengelola TBM
7.
Pengelola PAUD
8.
Tenaga kependidikan satuan PNF lainnya (pengelola
KBU/Magang, laboran, pustakawan, dsb).
Jadi dari
disini telah jelaslah siapa pegiat pendidikan non formal, bagaimana tugasnya,
terjun dalam lembaga apa saja, dan dasar hukum kegiatan dari pada pegiat
pendidikan non formal itu.
C. Mengembangkan solidaritas di kalangan pegiat pendidikan
non formal
Telah dijelaskan diatas bahwa solidaritas adalah
perasaaan kesetia kawanan sedangkan pegiat pendidikan non formal adalah
seseorang yang aktif dan giat dalam mengkontribusikan dirinya dalam segala
macam jenis kegiatan pendidikan non formal. Solidaritas timbul karena adanya
rasa kepercayaan. Rasa percaya dapat muncul dan berkembang manakala seseorang
yang dipercayai tersebut dapat melaksanan tugas yang dibebankan terhadapnya
dengan baik. Apabila tiap-tiap pegiat PNF dapat melaksanakan tugas yang
dibebankan dengan baik, kepercayaan diantara semakin tinggi dan solidaritas
diantara mereka pun semakin tinggi pula.
Terdapat hubungan yang sangat erat antara solidaritas dan
pembagian kerja. Dalam hal ini dapat dicontohkan jika seorang pemimpin harus
memberikan suri tauladan dalam melaksanakan tugas-tugasnya agar mitra kerja, bawahan
atau pegawai dapat mengamati (meniru) perilakunya yaitu bertanggung jawab dan
dapat dipercaya. Ketika seorang telah melihat bahwa pemimpin mereka adalah
seorang yang berkepribadian baik. Pemimpin itu akan akan menjadi topik
pembicaraan, sehingga pemimpin itu akan mendapat pengakuan dari sebagian banyak
anggota kelompok. Maka timbulah sugesti mayoritas yang beranggapan pemimpin itu
baik. Ketika banyak orang yang percaya terhadapnya ia akan memperoleh prestise
social yang tinggi dimana himbauan dan arahan darinya dapat diterima dengan
ikhlas. Maka timbulah sesuatu yang disebut sugesti karena prestise. Ketika pada
suatu waktu seorang bawahan di kelembagaan PNF tersebut mengalami musibah,
pemimpin ini menghimbau adanya sumbangan suka rela untuk meringankan beban yang
mengalami musibah tersebut. Terjadi suatu bentuk simpati atau perasaan
tertariknya seseorang terhadap orang lain
berdasarkan penilaian perasaan diantara pegiat pendidikan non formal,
dimana dorongan utama simpati mereka adalah karena ingin mengerti dan bekerja
sama. Ketika seorang pemimpin dianggap mampu bekerja dengan baik hal ini akan
mendorong rekan-rekannya untuk mengidentifikasi atau meniru secara identik
pemimpin tersebut.
Solidaritas terbentuk karena adanya motif tujuan yang sama. Dimana dalam
hal ini tujuan kalangan pegiat PNF yaitu melengkapi, menambah, atau mengganti
pendidikan formal guna memberdayakan masyarakat agar menjadi masyarakat yang
mandiri. Dari tujuan yang sama tersebut mereka anggota kelompok kalangan
pendidikan non formal terdorong untuk bekerjasama. Agar tujuan tercapai maka
interaksi dan komunikasi yang cukup insentif mereka lakukan sehingga
menimbulkan pembagian tugas guna mencapai tujuan yang ingin dicapai. Yang
selanjutnya akan menimbulkan solidaritas dikalangan PNF.
Solidaritas yang terbentuk ini kemudian mempererat tali
silaturahmi, pertemanan, dan tolong menolong dalam menghadapi suatau keadaan.
Semakin kuat solidaritas yang terbentuk, makin besar pula ketergantungan yang
tercipta dalam satu komunitas pertemanan.
Di kalangan pendidikan non formal terdapat suatu struktur
kelompok dimana ada yang berperan sebagai Pengelola Kursus, pendidik praktek
kursus, penguji praktek kursus, pemimpin lembaga kursus, staf administrasi, dan
lain-lain. Harus terdapat penegasan struktur kelompok dimana dalam setiap tugas
yang mereka emban dalam perannya masing-masing yang khas haruslah dapat
terselesaikan dengan baik dan wajar. Termasuk pada penegasan struktur kelompok
adalah bahwa lambat laun akan terbina harapan-harapan yang timbal balik antar
anggota bahwa pembagian tugas yang diserahkan pada masing-masing anggota
terselesaikan dengan baik. Pengharapan-pengharapan timbal balik ini mempunyai
peran besar di dalam pembinaan solidaritas di kalangan pendidikan non
formal.
Sikap in-group yaitu sikap yang berkaitan dengan
seluk-beluk usaha dan orang yang dipahami dan dialami oleh anggota dalam
interaksi di dalam kelompok kalangan pendidikan non formal. Dapat diaplikasikan
dalam sikap rasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap keberlangsungan
lembaga atau program PNF. Sikap in-group menuntut pengorbanan bersama demi
tercapainya tujuan kelompok. Sehingga solidaritas dapat terbina dengan baik.
Salah satu ciri dari kelompok adalah adanya norma yang
khas. Norma kelompok yang khas ini juga dimiliki oleh kelompok kalangan
pendidikan non formal misalnya saja ketentuan tertulis yang tertuang dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2007 Tentang
Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan Pendidikan Nonformal. Disitu
dijelaskan pembagian tugas para pegiat pendidikan non formal dalam mengelola
satuan pendidikan non formal. Dengan
penegasan norma kelompok pembagaian tugas dan hal-hal yang berkaitan dengan apa
yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh anggota kelompok
menjadi lebih terarah dan jelas adanya. Anggota kelompok kalangan pegiat
pendidikan non formal dalam tindakannya mereka mematuhi norma-norma kelompok
tanpa paksaaan hal itu mengindikasikan bahwa orang yang bersangkutan telah
menginternalisasi norma-norma kelompoknya dimana ia mengidentifikasi dirinya
dengan kelompok serta norma-normanya sehingga ia mengambil alih sistem norma
termasuk sikap-sikap sosial yang dipunyai kelompok itu. termasuk padanya semua
nilai-nilai sosial, adat istiadat, tradisi, kebiasan, konvensi, dan lain-lain. Norma sebagai pedoman
bertingkah laku erat kaitannya dengan solidaritas. Bagaimana semua anggota
kelompok mampu menginternalisasi norma yang ada sehingga mempengaruhi persepsi
anggota terhadap anggota lain, timbul attitude yang dapat meningkatkan
solidaritas misalnya tolong menolong. Dimana terjadi hubungan dan pengharapan
timbal balik antara penolong dan yang di tolong. Selanjutnya toleransi, dimana
anggota yang satu berusaha untuk memahami anggota yang lain di tengah
perbedaan. Berlawanan dengan toleransi, sikap yang menghambat berkembangnya
solidaritas adalah prasangka sosial dan stereotip. Prasangka sosial merupakan
sikap perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu yang berbeda
dengan golongan orang yang berprasangka yang terdiri dari attitude-attitude sosial
yang negative. Dan stereotip yang merupakan gambaran atau tanggapan tertentu
mengenai sifat-sifat watak pribadi golongan lain yang bercorak negative yang
terbentuk berdasarkan keterangan-keterangan yang kurang lengkap dan subjektif.
Kedua hal ini dapat menjelma menajdi sikap frustasi dan agresi yang merugikan.
Contoh sikapnya adalah timbul rasa curiga, krisis kepercayaan, tindak
emosional, moody, kekerasan, dan lain-lain. Upaya yang dapat dilakukan untuk
mengurangi prasangka sosial adalah dengan memberikan pendidikan baik pendidikan
di rumah, di sekolah oleh orang tua dan guru. Sementara itu, sebaiknya
dihindarkan pada pengajaran-pengajaran yang dapat menimbulkan prasangka sosial
serta ajaran yang sudah berprasangka sosial dan memperdalam interaksi antar
golongan yang cukup intensif.
Ø
Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa
solidaritas
a)
Faktor lingkungan
Lingkungan di
sekitar kalangan pegiat pendidikan non formal dapat mempengaruhi adanya rasa
solidaritas seperti bagaimana cara kita bergaul dan berteman di dalam
lingkungan.
Misalnya saja
ketika pegiat PNF berada pada lingkungan masyarakat pedesaan maka rasa
solidaritas yang dapat berkembang adalah solidaritas mekanik. Berbeda halnya
dengan ketika pegiat PNF berada pada lingkungan masyarakat perkotaan rasa
solidaritas yang dapat berkembang adalah solidaritas organik.
b)
Faktor
Pendidikan
Pendidikan yang
di berikan baik di dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat sejak kecil dapat
memberikan dampak bagi positif setelah kita dewasa jadi pendidikan yang di
berikan bagi anak-anak kita sangat berguna bagi perkembangannya di kehidupan
yang akan datang.
Ø
Pokok-pokok dalam solidaritas
a)
Terjaganya rasa
persaudaraan dan pertemanan terhadap sesama
b)
Timbulnya rasa
kepedulian
c)
Lebih peka
terhadap lingkungan sekitar
d)
Terjalinnya
kekompakan
Manfaat yang dapat diambil dari adanya rasa solidaritas
adalah rasa saling tolong menolong antar sesama dan adanya rasa peduli terhadap
teman, sebagai tempat yang
memadai untuk bertukar pikiran dan dimintai bantuan. Solidaritas menjadikan
orang-orang saling percaya. Dengan demikian, dapat disimpulkan solidaritas
memfasilitasi hubungan saling-percaya.
Ø
Contoh bentuk solidaritas di
kalangan pegiat pendidikan non formal
Antara tenaga pendidik dan penagsuh PAUD dengan
Pengelola PAUD
Dalam suatu lembaga pendidikan non formal PAUD misalnya,
PAUD Jenggala di kecamatan Jepara kabupaten Jepara. Diantara pendidik dan
pengelola PAUD terdapat suaatu pembagian tugas, terjalin suatu interaksi dan
komunikasi. Tugas dan tanggung jawab seorang pendidik PAUD adalah mendidik
anak-anak yang bersekolah di PAUD tersebut sedangkan pengelola PAUD bertugas
dan bertanggung dalam menfasilitasi, mengorganisir dan mengelola PAUD, termasuk
di dalamnya proses pembelajaran, keadministrasian, pembangunan dll. Dalam hal
pembelajaran, pengelola PAUD berkoordinasi dengan pendidik PAUD. Pendidik yang
berkompeten mendidik anak dan pengelola PAUDlah yang akan menyediakan fasilitas
pendidikan ataupun pembelajaran peserta didik dan pendidik, berupa gaji
pendidik, ruang belajar, permaianan bagipeserta didik, buku-buku, dll. Apa yang
menjadi kebutuhan pendidik bagi optimalnya belajar peserta didik serta
profesionalisme pendidik adalah tanggung jawab pengelola PAUD untuk
menyediakannya. Pendidik dapat bekerja maksimal dengan bantuan pengelola,
begitu pula sebaliknya pengelola dapat bekerja maksimal karena adanya pendidik.
Bila ada permasalahan, misalnya pendidik pengelola akan berusaha untuk
membantu. Missal sanak keluarga ada yang meninggal, maka pengelola akan
berusaha membantu dengan memberikan sumbangan suka rela yang digalang oleh dari
teman sekerja. Inilah bentuk-bentuk solidaritas antar pendidik dan pengelola
PAUD. Termasuk dalam solidaritas organic karena berada di masyarakat perkotaan,
pembagian kerja tinggi, ketergantungan tinggi dan individualitas (KBBI: ciri-ciri
yg dimiliki seseorang yg membedakannya dari orang-orang lain) tinggi.
Ø
Jadi dapat kita simpulkan untuk
mengembangkan solidaritas dikalangan pegiat Pendidikan Non Formal adalah
sebagai berikut :
1.
Pembagian tugas harus proposional, tepat sasaran dan
terselesaikan dengan baik.
2.
Proses imitasi, identifikasi, sugesti, dan simpati harus
berjalan dengan baik. Hal ini memerlukan sosok yang dapat diteladani.
3.
Penegasan tentang motif dan tujuan bersama.
4.
Meningkatkan sikap in-group, dan serinh melakukan
kegiatan bersama.
5.
Penegasan norma kelompok yang mengatur hal yang boleh dan
tidak boleh dilakukan, misalnya mengenai gosip serta berusaha agar semua
anggota dapat menginternalisasi norma melalui tauladan dan pendekatan.
6.
Meningkatkan sikap tolong menolong, toleransi, gotong
royong dan transparansi.
7.
Mengurangi adanya prasangka sosila dan stereotip melalui
pendidikan, salah satunya menanamkan nilai husnudzon (berbaik sangka), positif
thingking dan toleransi.
8.
Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
terselenggaranya point 1-7 diatas.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Solidaritas adalah kesetiakawanan di antara anggota kelompok sosial. Dalam
pembahasan ini yang disoroti adalah solidaritas di kalangan pegiat pendidikan
non formal. Pegiat pendidikan non formal adalah seseorang yang aktif atau giat
dalam melakukan suatu kegiatan pendidikan di luar kaidah pendidikan formal. Meliputi
;
a. Tenaga pendidik PNFI
1.
Pamong belajar UPT P2PNFI dan BPPNFI, UPTD BPKB/SKB
2.
Fasilitator desa intensif (FDI)
3.
Tutor KF
4.
Tutor Paket A, B, C
5.
Tenaga pendidik dan pengasuh PAUD
6.
Tenaga pendidik dan penguji praktek kursus
7.
Narasumber teknis KBU
8.
Tenaga pendidik PNF lainnya (instruktur magang)
b.
Tenaga Kependidikan PNFI
1.
Penilik
2.
Tenaga Lapangan Dikmas (TLD)
3.
Pengelola PKBM
4.
Pengelola Kelompok Belajar
5.
Pengelola Kursus
6.
Pengelola TBM
7.
Pengelola PAUD
8.
Tenaga kependidikan satuan PNF lainnya (pengelola
KBU/Magang, laboran, pustakawan, dsb).
Solidaritas
amat penting artinya di kalangan pegiat pendidikan non formal. Karena dengan
solidaritas tujuan dari organisasi atau lembaga akan dapat tercapai. Tanpa
adanya rasa solidaritas pencapaian tujuan organisai akan terhambat.
Contoh
bentuk solidaritas di kalangan pegiat pendidikan non formal adalah
·
Antara tenaga pendidik dan penagsuh PAUD dengan
Pengelola PAUD
Dalam suatu
lembaga pendidikan non formal PAUD misalnya, PAUD Jenggala di kecamatan Jepara
kabupaten Jepara. Diantara pendidik dan pengelola PAUD terdapat suaatu
pembagian tugas, terjalin suatu interaksi dan komunikasi. Tugas dan tanggung
jawab seorang pendidik PAUD adalah mendidik anak-anak yang bersekolah di PAUD
tersebut sedangkan pengelola PAUD bertugas dan bertanggung dalam menfasilitasi,
mengorganisir dan mengelola PAUD, termasuk di dalamnya proses pembelajaran,
keadministrasian, pembangunan dll. Dalam hal pembelajaran, pengelola PAUD
berkoordinasi dengan pendidik PAUD. Pendidik yang berkompeten mendidik anak dan
pengelola PAUDlah yang akan menyediakan fasilitas pendidikan ataupun
pembelajaran peserta didik dan pendidik, berupa gaji pendidik, ruang belajar,
permaianan bagipeserta didik, buku-buku, dll. Apa yang menjadi kebutuhan
pendidik bagi optimalnya belajar peserta didik serta profesionalisme pendidik
adalah tanggung jawab pengelola PAUD untuk menyediakannya. Pendidik dapat
bekerja maksimal dengan bantuan pengelola, begitu pula sebaliknya pengelola
dapat bekerja maksimal karena adanya pendidik. Bila ada permasalahan, misalnya
pendidik pengelola akan berusaha untuk membantu. Missal sanak keluarga ada yang
meninggal, maka pengelola akan berusaha membantu dengan memberikan sumbangan
suka rela yang digalang oleh dari teman sekerja. Inilah bentuk-bentuk
solidaritas antar pendidik dan pengelola PAUD. Termasuk dalam solidaritas
organic karena berada di masyarakat perkotaan, pembagian kerja tinggi,
ketergantungan tinggi dan individualitas (KBBI: ciri-ciri yg dimiliki seseorang
yg membedakannya dari orang-orang lain) tinggi.
Bayangkan
jika pendidik tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik dalam hal mengajar dan
mengasesmen kebutuhan peserta didik, maka akan berpengaruh pada kinerja
pengelola PAUD. Pengelola tidak akan tahu apa yang
menjadi kebutuhan peserta didik agar dapat belajar dengan optimal. Sebagai
orang yang bertanggung jawab jika ada masalah apapun berkenaan dengan siswa di
sekolah, orang tua akan menuntut pada pihak pengelola PAUD. Ini artinya tujuan
dari lembaga belumlah terwujud. Untuk itu melakukan tugas masing-masing dengan
baik, dapat meningkatkan kepercayaan yang selanjutnya menjadi dasar dari
solidaritas.
Melihat
sebegitu pentingnya solidaritas di antara kalangan pendidikan non formal maka
perlu adanya upaya untuk mengembangkan solidaritas di kalangan pegiat pendidikan
non formal. Di antaranya adalah
1.
Proses imitasi, identifikasi, sugesti, dan simpati harus
berjalan dengan baik. Hal ini memerlukan sosok yang dapat diteladani.
2.
Penegasan tentang motif dan tujuan bersama.
3.
Meningkatkan sikap in-group, dan serinh melakukan
kegiatan bersama.
4.
Penegasan norma kelompok yang mengatur hal yang boleh dan
tidak boleh dilakukan, misalnya mengenai gosip serta berusaha agar semua
anggota dapat menginternalisasi norma melalui tauladan dan pendekatan.
5.
Meningkatkan sikap tolong menolong, toleransi, gotong
royong dan transparansi.
6.
Mengurangi adanya prasangka sosila dan stereotip melalui
pendidikan, salah satunya menanamkan nilai husnudzon (berbaik sangka), positif
thingking dan toleransi.
7.
Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
terselenggaranya point 1-7 diatas.
B. Saran
Bagaimanapun caranya kita harus mendukung adanya rasa
solidaritas jadi di dalam kalangan pegiat PNF kita harus bisa mengembangkan
rasa solidaritas kita harus bisa menyesuaikan bagaimana berintaksi dan menyesuaikan
lingkungan di sekitar kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar