PONDOK
PESANTREN TURUT SERTA DALAM PENGEMBANGAN
SUMBER
DAYA MANUSIA
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pengembangan Sumber
Daya Manusia
Dosen Pengampu :
Prof. Tri Joko
Bagus Kisworo
Oleh
Noor Salamah 1201412046
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembangunan
nasional dewasa ini telah memasuki era modern yang ditandai dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi begitu pula pemanfaatannya. Dalam usahanya untuk
mewujudkan pembangunan nasional peran pendidikan amatlah penting. Baik
pendidikan formal, in formal maupun pendidikan non formal. Pendidikan berupaya
untuk meningkatkan kualitas manusia karena melalui pendidikan terjadi
pembentukan sikap, wawasan dan transfer ilmu dan teknologi yang dibutuhkan
untuk memproduksi barang dan jasa secara efektif serta juga meningkatkan
kualitas hidup manusia. Menyadari akan arti pentingnya pendidikan bagi
pembangunan, maka negara-negara berkembang menyisihkan sebagian APBN agar
partisipasinya dalam pembangunan meningkat. Mengingat bahwa sebagian besar
penduduk berkembang masih jauh dari
jangkauan pendidikan yang merata dan berkualitas, maka strategi yang di tempuh
adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan non
formal.
Kualitas
sumber daya manusia (SDM) Indonesia, jika diukur dengan indeks pembangunan
manusia, menempati ranking yang sangat rendah, yakni urutan 112 dari 172 negara
di dunia. Sekitar 35 persen penduduk usia sepuluh tahun ke atas tidak atau
belum menamatkan sekolah dasar, sehingga yang tidak menyesaikan pendidikan
dasar sehingga mereka kurang keterampilan untuk menyelanjutkan kehidupannya
jadi karena itu adanya pengguran yang meningkat, dan hanya 19 persen yang dapat
menyelesaikan pendidikan SLTA. Dari mereka yang menamatkan SLTA tersebut hanya
1,7 persen yang berhasil menyelesaikan pendidikan setingkat Universitas.
Kualitas
sumber daya manusia masih menjadi persoalan utama dalam bidang pendidikan di
Indonesia, baik di tingkat pendidikan tinggi maupun pendidikan dasar dan
menengah. Dari sekitar 160.000 dosen yang ada di Indonesia, hampir 54 persennya
masih belum S-2 dan S-3. Sementara
guru, dari 2,7 juta guru, 1,5 juta di antaranya belum S-i.
Dalam suatu negara, investasi SDM bukan merupakan
tanggung jawab salah satu sector pembangunan misalnya pendidikan formal, tetapi
juga merupakan tanggung jawab multi sector di dalam sauatu satu kesatuan konsep
yang integral. Diantara sejumlah sector penting yang secara langsung memberikan
konstribusi terhadap pengembangan kualitas SDM adalah pendidikan, pelatihan,
pondok pesantren dll. Jelas disini bahwa pondok pesantren
sebagai salah satu wujud pendidikan non formal berperan penting dalam mengembangkan
sumber daya manusia.
B.
Rumusan Masalah
Dari pembahasan di atas dapat ditarik suatu garis masalah
yaitu ;
1. Apa
itu pondok pesantren ?
2. Bagaimana
pondok pesantren dalam system pendidikan nasional ?
3. Bagaimana
pondok pesantren turut serta mengembangkan sumber daya manusia ?
C.
Tujuan
1. Memahami
apa itu pondok pesantren.
2. Memahami
bagaimana pondok pesantren dalam system pendidikan nasional
3. Memahami
bagaimana pondok pesantren turut serta mengembangkan sumber daya manusia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pondok Pesantren
Pengertian Pondok Pesantren
Kata
pondok pesantren merupakan gabungan dari dua kata yang merujukpada satu
pengertian. Dilihat dari kata dasar pembentuknya pondok pesantren terdiri dari
pondok dan pesantren. kata pe-santri-an, dimana kata "santri" berarti
murid dalam Bahasa Jawa.Istilah pondok berasal
dari Bahasa Arab funduuq (فندوق) yang berarti
penginapan Jadi pondok pesantren dapat
diartikan sebagai sebuah asrama pendidikan tradisional, dimana para siswanya
semua tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan guru yang lebih dikenal
dengan sebutan Kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri.
Sejarah pondok pesantren
Umumnya,
suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorang kyai di
suatu tempat, kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya.
Setelah semakin hari semakin banyak santri yang datang, timbullah inisiatif
untuk mendirikan pondok atau asrama di samping rumah kyai. Pada zaman dahulu
kyai tidak merencanakan bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir
hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti
oleh santri. Kyai saat itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat
yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana. Mereka
menempati sebuah gedung atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar
rumah kyaiSemakin banyak jumlah santri, semakin bertambah pula gubug yang
didirikan. Para santri selanjutnya memopulerkan keberadaan pondok pesantren
tersebut, sehingga menjadi terkenal kemana-mana, contohnya seperti pada
pondok-pondok yang timbul pada zaman Walisongo.
Pada
masa awal islam pendirikan
pesantren digunakan untuk mempersiapkan kader-kader terdidik untuk melanjutkan
perjuangan menyebarkan agama islam. pesantren pada masa Walisongo, ia digunakan
sebagai tempat menimba ilmu sekaligus untuk menempa para santri guna
menyebarluaskan ajaran agama Islam, mendidik kader-kader pendakwah guna
disebarkan keseluruh nusantara. Dan hasilnya bisa kita lihat sendiri, Islam
menjadi agama mayoritas di Indonesia dan bahkan bukan hanya itu jumlah
pengikutnya adalah yg terbanyak di dunia.
Pada masa penjajan belanda pesantren
mengalami ujian dan cobaan dari Allah, pesantren harus berhadapan dengan dengan
Belanda yg sangat membatasi ruang gerak pesantren dikarenakan kekuatiran
Belanda akan hilangnya kekuasaan mereka. Dari munculnya perjanjian Giyanti ,
resoluai 1825, pendirian sekolah bersistem pendidikan barat. Hal ini memicu
perlawan dari kaum santri dan mendorong semangat untuk mengembangkan pesantren.
Diantara perlawanannya adalah pemberontakan kaum padre, pemberontakan pangeran
diponegoro, dan pemberontakan yang dipimpin Teuku Umar, pendirian madrasah dan
pondok khusus putri.
Menjelang kemerdekaan kaum santri
pun terlibat dalam penyusunan undang-undang dan anggaran dasar relublik
Indonesia.
Peran Pondok Pesantren.
Pesantren pada
mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam
perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak
melulu mengakselerasikan mobilitas vertical (dengan penjejelan materi-materi
keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial). Pesantren kini
tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (regional-based curriculum) dan
cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan kikian
masyarakat (society-based curriculum).
Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwa semata-mata sebagai lembaga
keagamaan murni, tetapi juga (seharusnya) menjadi lembaga sosial yang hidup
yang terus merespons carut marut persoalan masyarakat di sekitarnya.
Pondok Pesantren adalah lembaga
pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan
Pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi
sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum
kedatangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di
negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap
perjalanan sejarah bangsa.
Selama dua decade terkahir globalisasi
menjadi wacana public yang menarik semua pihak. Dampak negative dari
globalisasi adalah degradasi atau penuruan kualitas akhlaq atau moral yang
terjadi hampir di semua lapisan masyarakat. Artinya tugas yan emban insitusi
islam di era globalisasi semakin berat.
Sebagai lemabaga islam yang berdasarkan nilai-nilai
keislaman tidak saja dituntut untuk menstransfer ilmu pengetahuan tapi juga
nilai keislaman. Secara kuantitaf djumlah pesantren tampaknya meningkat banyak
berdiri pesantren bahkan di daerah urban seperti Jakarta, depok, tangerang dan
sekitarnya. Perkembangan fisik bangunan pesantren juga mengalami
kemajuan-kemajuan yang
sangat observable. Banyak pesantren di berbagai
tempat, baik di wilayah urban atau di pedesaan, mempunyai gedung-gedung atau
bangunan yang megah dan, lebih penting lagi, sehat dan kondusif sebagai tempat
berlangsungnya proses pendidikan. perkembangan fisik pesantren mengindikasikan
terjadinya peningkatan kemampuan swadaya dan swadana masyarakat Muslim sebagai
hasil dari kemajuan ekonomi yang dicapai kaum Muslim dalam pembangunan. Pada
segi lain, kemunculan pesantren-pesantren baru,
yang ternyata dengan cepat menjadi populer itu,
dalam skala yang sedikit luas agaknya merupakan salah satu indikasi lain
tentang tengah berlangsungnya secara intens apa yang disebut oleh sebagian
pengamat sebagai proses “santrinisasi” kaum Muslim Indonesia.
Hingga saat ini perkembangan pesantren menurut Ridwan
Nasir dapat dikelompokkan menjadi ;
1) Pesantren salaf, yaitu pesantren yang di
dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton
dan sorogan) dan sistem klasikal,
2) Pesantren semi berkembang, yaitu pesantren yang
didalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan sorogan) dan sistem
madrasah swasta dengan kurikulum 90 % agama dan 10 % umum,
3) Pesantren berkembang, yaitu pondok pesantren
seperti semi berkembang
hanya saja lebih variatif yakni 70 % agama dan 30 %
umum,
4) Pesantren modern, yaitu seperti pesantren
berkembang hanya saja sudah lebih lengkap dengan lembaga pendidikan yang ada di
dalamnya sampai perguruan tinggi dan dilengkapi dengan takhasus bahasa Arab dan
Inggris, dan
5) Pesantren ideal, yaitu pesantren sebagaimana
pesantren modern, hanya
saja lembaga pendidikan yang ada lebih lengkap
terutama dalam bidang keterampilan yang meliputi teknik, perikanan, pertanian,
perbankan dan lainnya yang benar-benar memperhatikan kualitas dengan tidak
menggeser cirri khas pesantren.
B.
Pondok Pesantren Dalam System
Pendidikan Nasional
Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Dalam undang-undang tersebut juga
dijelaskan bahwa pendidikan di bagi menjadi tiga jalur yaitu jalur pendidikan
formal, jalur pendidikan non formal dan jalur pendidikan in formal.
Secara singkat dapat diketahui
perbedaan jalur pendidikan tersebut berdasarkan tabel berikut.
Pend. Formal
|
Pend. Non Formal
|
Pend. Informal
|
Keg bel di kelas terpisah dg masyarakat
|
Program kegiatan sesuai keb masy
|
terjadi di
keluarga
|
Ada persyaratan kronologis/usia/berjenjang
|
Materi pembel bersifat praktis
|
berupa kegiatan
belajar secara mandiri
|
Pembedaan tegas pendidik dan anak didik
|
Waktu bel relatif singkat
|
Tdk terikat waktu
dan tempat (kapan saja)
|
Ada kurikulum/bahan pembel
|
Tidak ada pembatasan usia yg ketat
|
Proses belajar
antara anak dan klg
|
Bahan bersifat akademik
|
Tdk mengutamakan kredensial
|
tidak ada
persyaratan usia
|
Proses pembel terstruktur/terkendali
|
Suasana belajar –saling membelajarkan
|
Metode pembelajaran
sederhana
|
Ada metode, evaluasi, dan kredensial
|
Program terencana, teratur, terprogram
|
Bahan belajar
praktis(lebih kearah afektif)
|
Biaya relatif banyak
|
Bisa berjenjang bisa tdk berjenjang
|
terjadi di keluarga
|
Masa studi relatif lama
|
Tujuan lebih diarahkan pd domain ketramp
|
berupa kegiatan
belajar secara mandiri
|
Keg bel di kelas terpisah dg masyarakat
|
Program kegiatan sesuai keb masy
|
Tdk terikat waktu
dan tempat (kapan saja)
|
Ada persyaratan kronologis/usia/berjenjang
|
Materi pembel bersifat praktis
|
Proses belajar
antara anak dan klg
|
Pembedaan tegas pendidik dan anak didik
|
Waktu bel relatif singkat
|
|
Ada kurikulum/bahan pembel
|
Tidak ada pembatasan usia yg ketat
|
|
Bahan bersifat akademik
|
Tdk mengutamakan kredensial
|
|
Pendidikan
pondok pesantren yang merupakan bagian dari Sistem Pendidikan Nasional memiliki
3 unsur utama yaitu: 1) Kyai sebagai pendidik sekaligus pemilik pondok dan para
santri; 2) Kurikulum pondok pesantren; dan 3) Sarana peribadatan dan
pendidikan, seperti masjid, rumah kyai, dan pondok, serta sebagian madrasah dan
bengkel-bengkel kerja keterampilan. Kegiatannya terangkum dalam "Tri
Dharma Pondok pesantren" yaitu: 1) Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
SWT; 2) Pengembangan keilmuan yang bermanfaat; dan 3) Pengabdian kepada agama,
masyarakat, dan negara.
Secara
khusus, ketentuan tentang pendidikan keagamaan ini dijelaskan dalam Pasal 30
Undang-Undang Sisdiknas yang menegaskan:
(1)
Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok
masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan / atau menjadi ahli ilmu agama.
(2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan / atau menjadi ahli ilmu agama.
(3)
Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal,
nonformal, dan informal.
(4)
Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, dan bentuk lain
yang sejenis.
Labih
jauh lagi, saat ini pesantren tidak hanya berfungsi sebagai sarana pendidikan
keagamaan semata. Namun, dalam perkembangannya ternyata banyak juga pesantren
yang berfungsi sebagai sarana pendidikan nonformal, dimana para santrinya
dibimbing dan dididik untuk memiliki skill dan keterampilan atau kecakapan
hidup sesuai dengan bakat para santrinya. Ketentuan mengenai lembaga pendidikan
nonformal ini termuat dalam Pasal 26 yang menegaskan:
(1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2)
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
(3)
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia
dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan,
serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik.
(4)
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan,
kelompok
belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan
pendidikan yang sejenis.
(5)
Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal
pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri,
mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi.
(6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
(6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Keberadaan
pesantren sebagai bagian dari peran serta masyarakat dalam pendidikan juga
mendapat penguatan dari UU Sisdiknas. Pasal 54 menjelaskan:
(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Bahkan,
pesantren yang merupakan Pendidikan Berbasis Masyarakat diakui keberadaannya
dan dijamin pendanaannya oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. Pasal 55
menegaskan:
(1)
Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada
pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan
sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
(2)
Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan
kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai
dengan standar nasional pendidikan.
(3)
Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari
penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain
yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(4) Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
C. Pondok
Pesantren Turut Serta Mengembangkan Sumber Daya Manusia
Kualitas
sumber daya manusia (SDM) Indonesia, jika diukur dengan indeks pembangunan
manusia, menempati ranking yang sangat rendah, yakni urutan 112 dari 172 negara
di dunia. Sekitar 35 persen penduduk usia sepuluh tahun ke atas tidak atau
belum menamatkan sekolah dasar, sehingga yang tidak menyesaikan pendidikan
dasar sehingga mereka kurang keterampilan untuk menyelanjutkan kehidupannya
jadi karena itu adanya pengguran yang meningkat, dan hanya 19 persen yang dapat
menyelesaikan pendidikan SLTA. Dari mereka yang menamatkan SLTA tersebut hanya
1,7 persen yang berhasil menyelesaikan pendidikan setingkat Universitas.
Kualitas
sumber daya manusia masih menjadi persoalan utama dalam bidang pendidikan di
Indonesia, baik di tingkat pendidikan tinggi maupun pendidikan dasar dan
menengah. Dari sekitar 160.000 dosen yang ada di Indonesia, hampir 54 persennya
masih belum S-2 dan S-3. Sementara guru, dari 2,7 juta guru, 1,5 juta di
antaranya belum S-i.
Kualitas
sumber daya manusia adalah salah satu masalah yang dihadapi Indonesia dalam
mewujudkan pembangunan jangka panjang. Masalah SDM terasa setelah permasalahan
infrastruktur yang dihadapi Indonesia saat ini mampu diatasi. Sedangkan
keterampilan dan produktivitas SDM menjadi salah satu penentu keberhasilan
pembangunan jangka panjang dan butuh waktu antara 10 hingga 20 tahun untuk
menyiapkan peningkatan kualitas SDM.
Masih
banyaknya warga yang tidak melanjutkan pendidikan ke taraf yang memungkinkan
mereka menggeluti profesi tertentu, menuntut upaya-upaya untuk membantu mereka
dalam mewujudkan potensi yang dimilikinya agar dapat bermanfaat bagi
pembangunan bangsa. Sejauh ini, anggaran yang berkaitan dengan pendidikan
mereka masih terbatas, sehingga berbagai upaya untuk dapat terus mendorong
keterlibatan masyarakat dalam membangun pendidikan terus dilakukan oleh
pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar makin tumbuh kesadaran akan pentingnya
pendidikan dan mendorong masyarakat untuk terus berpartisipasi aktif di
dalamnya.
Bertolak
dari permasalahan yang dihadapi, pendidikan luar sekolah berusaha mencari
jawaban dengan menelusuri pola-pola pendidikan yang ada, seperti pesantren, dan
pendidikan keagamaan lainnya yang keberadaannya sudah jauh sebelum Indonesia
merdeka, bertahan hidup sampai sekarang dan dicintai, dihargai dan diminati
serta berakar dalam masyarakat. Kelanggengan lembaga-lembaga tersebut karena
tumbuh dan berkembang, dibiayai dan dikelola oleh dan untuk kepentingan
masyarakat. Di sisi lain, masyarakat merasakan adanya kebermaknaan dari
program-program belajar yang disajikan bagi kehidupannya, karena pendidikan
yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi nyata masyarakat.
Pondok
pesantren yang merupakan pola pendidikan yang ada di Indonesia diantara
kegiataan yang umum di lakukan di Pondok Pesantren meliputi pengajian Kitab
kuning, pengajian al-Qur'an, madrasah, dibaan, barjanji dan kegiatan tambahan
lain. Pondok pesantren disamping juga
merupakan pusat pengembangan dan penyebaran ilmu-ilmu agama yang mempunyai lima
elemen dasar tradisi yakni pondok (asrama), masjid, santri, kyai dan pengajian
kitab klasik (kuning). Pengembangan sumber daya yang baik di pondok pesantren
ditandai dengan semangat kerja para pengurus atau ustad-ustadzah yang tingi dan
bertanggung jawab terhadap perkembangan pendidikan pondok pesantren.
Usaha-usaha
yang dilakukan pihak pondok agar pengembangan sumber daya manusia dapat optimal
adalah dengan jalan.
1.
Memberikan peran dan tanggung
jawab kepada santri dalam event kegiatan pondok seperti Forum Kajian Ramadhan
dan Haflah Akhirussannah
2.
Kegiatan khitobah
Khitobah dalam bahasa arab artinya pidato. Namun oleh
pondok ini lebih dijabarkan secara luas. Dalam kegiatan khitobah, sejumlah
santri mendemonstrasikan suatu kegiatan yang bernuansa islami namun juga
mengangkat nilai-nilai budaya setempat. Dalam demonstrasi tersebut ada santri
yang akan berperan sebagai kyai, lurah, shokhibul hajat, MC, ustad-ustadzah
dll. Kegiatan ini difungsikan sebagai ajang latihan para santri ketika nantinya
harus terjun di masyarakat.
3.
Kegiatan kultum
Dalam kegitan
ini santri berlatih untuk berbicara menyampaikan pesan-pesan positif kepada
jamaah. Latihan kultum juga digunakan sebagai latihan santri ketika nantinya
terjun dalam masyarakat.
4.
Masak bersama
Di pondok
lumrah saja untuk makan santri mesti masak sendiri. Pada umumnya yang memasak
adalah santri putri. Pondok pesantren yang merupakan tempat berbaurnya beragam
jenis pribadi manusia dengan keunikan dan latar belakang yang berbeda. Tak
dapat dipungkiri tidak semua santri kompeten dalam soal masak memasak. Untuk
itu dalam kegiatan piket masak santri akan belajar dari santri lain. Suatu
ketika pula santri akan ditugaskan sebagai pak catering atau bu catering yang
bertugas untuk mengontrol hal-hal yang kaitannya dengan dapur dan makanan.
Termasuk di dalamnya penyusunan menu makanan, belanja, dan jalannya piket
masak.
5.
ROAN
Roan atau
kerja bakti biasa dilakukan tiap satu minggu sekali. Kegiatan ini dimaksudkan
agar santri memiliki pola kebiasan hidup bersih. Karena seperti yang telah
diriwayatkan kebersiahan adalah sebagian dari pada iman. Dalam roan ini pula
para santri akan belajar bekerja dalam tim, mambangun kerja sama, pembagian peran,
tugas dan tanggung jawab.
Dengan berbagai kegiatan di pondok tersebut yang
dimaksudkan untuk mengembangan sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah
civitas akademika pondok pesantren termasuk di dalamnya kyai,pengasuh,
ustad-ustadzah, pengurus dan santri. Akan dapat membantu mewujudkan pembangunan
nasional. Buktinya telah banyak alumni lulusan pondok pesantren yang memiliki kontribusi
besar bagi agama, nusa dan bangsa diantarnya adalah ;
5.
KH. Abdurrahman Wahid, salah
seorang kyai yang terkenal, adalah mantan Presiden Republik Indonesia. Ia adalah putra KH. Wahid Hasyim, seorang
kyai yang juga tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia dan pernah dua kali
menjabat Menteri Agama di Indonesia. Sementara kakeknya adalah KH. Hasyim Asy'ari, seorang
pahlawan nasional Indonesia dan pendiri Nahdlatul Ulama, salah
satu organisasi Islam terbesar di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Konstribusi
pesantren kepada agama da bangsa takperlu diragukan lagi. Dari zaman
penjajahan, kemerdekaan, reformasi hingga sekarang ini. Pondok pesantren yang
bertujuan menciptakan dan mengembangkan kepribadian Muslim yaitu kepribadian
yang beriman dan bertakwa kepada Allah, berakhlak mulia, bermanfaat bagi
masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat
dengan
jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat seperti Rasul, yaitu menjadi pelayan masyarakat
sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad saw., mampu berdiri sendiri bebas
dan teguh
dalam berkepribadian, menyiarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat
Islam di tengah-tengah masyarakat, dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan
kepribadian Indonesia. Idealnya pengembangan kepribadian yang dituju ialah
kepribadian Muslim yang kaffah, bukan sekadar Muslim biasa. Dengan rumusan
tuuan ini dapat kita lihat bahwa adanya pendidikan dipesantren dimaksudkan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang
ada didalamnya. Melalui berbagai kegiatan-kegiatan di dalam pondok pesantren
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abd A’la, “Pengembangan Pendidikan Pesantren (Telaah Teologis terhadap Kurikulum dan
Metode),”
KOMPAS, 11 September, 2000) dalam Wacana Pengembangan Pesantren di Era Globalisasi oleh Miftah
Arifin
Ahmad Atho’ul Muiz, “Skripsi Managemen Sumber Daya
Manusia di Pondok Pesantren di Ihyaul Ulum dukun Gresik ”, www.perpustakaandigital.uinsuankalijaga.ac.id (di akses 12 Mei 2013)
Bagus Kisworo (2012). PSDM.
Semarang. Buku Ajar FIP UNNES
Joko Sutarto (2008). Konsep
Dasar PLS. Semarang. Buku Ajar FIP UNNES
Arsip negara (2007). STANDAR
PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL. Kemendikbud RI
Yusriati (2002). “Peningkatan Sumber Daya Manusia Melalui Pondok
Pesantren Khalafi Di Jawa Tengah : Studi Kasus Pondok Pesantren Miftakhus
Sholikhin, Sigaluh, Banjarnegara.”, www.puslitbang.depag.com (diakses pada 13 Mei 2013)
Puslitbang depag (2005). “Laporan Seminar Revitalisasi
Pendidikan Pondok Pesantren
di Era Globalisasi”, www.puslitbang.depag.com (diakses pada 13 Mei 2013)
di Era Globalisasi”, www.puslitbang.depag.com (diakses pada 13 Mei 2013)
Drs. Achamd Munib (2010).
Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang. Buku Ajar MKU/MKDK UNNES
Alimudin S.Pd.I (2011). Pesantren Dalam
Kebijakan Sisdiknas, www.alimualim.blogspot.com. (di akses pada 13 Mei 2013)
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS,
1994
Soedjoko Prasodjo, Profil Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1982
Tidak ada komentar:
Posting Komentar