Pendahuluan
Lingkungan tempat saya
tinggal berada di pusat kota, dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Dengan alamat Jln. H.M Syahid No. 11 Panggang Jepara.
Adapun ketika saya kuliah di Unnes tempat tinggal saya adalah Pondok Pesantren
Durrotu Ahli Sunnah Waljamaah beralamat di Jln. Kalimasada No. 1 rt 02 rw V
Banaran Sekaran Gunung Pati. Disini saya akan sedikit mendiskripsikan
problematika sosial yang terjadi di lingkungan saya baik di Jepara maupun di
Semarang. Dengan mencerikan ini bukan maksud saya untuk menjelek-jelekkan pihak
tertentu.
Permasalahan Sosial
1.
Pengangguran
Saya melihat di sekitar rumah tempat tinggal saya
banyak pemuda yang usianya berkisar
22-35 namun belum memiliki pekerjaan alias nganggur. Sekalipun memiliki
pekerjaan sifatnya sementara atau dalam bahasa tempat tinggal saya dinamakan
“Begawe Srabutan”, asal ada order ya kerja, tidak ada order ya nganggur
dirumah. Sebelum saya lebih jauh menjelaskan saya akan membatasi permasalahan
ini dengan batasan bahwa yang disebut Pengangguran adalah orang yang tidak memilki pekerjaan tetap dan
penghasilan tetap, itu menurut saya. Saat
ini banyak meubel-meubel yang gulung
tikar para pekerja diberhentikan secara sepihak yang pada beberapa
meubel nakal uang PHK dan gaji terakhir tidak diberikan kepada pegawainya.
Kondisi semacam ini membuat semakin banyaknya penggangguran di daerah saya.
Masyarakat yang dulunya terbiasa bekerja
dengan mengamplas, menyemprot, dan pekerjaan meubel kasaran lainnya. Seperti di
keluarga saya sendiri, dari empat kakak saya dua diantara adalah penggangguran.
Kakak saya pertama umurnya 33 dan yang kedua umurnya 25 tahun. Sebut saja “C”
umur 33 tahun basic pendidikan adalah tamat MA dan tidak cukup memiliki
keahlian, sebelum mengganggur pekerjaannya adalah ngamplas, nyemprot atau
melitur. Saat ini aktivitasnya adalah dirumah membantu ibu jualan di warung.
Yang kedua sebut saja “A” 25 tahun basic pendidikan SMK kejuruan jurusan
keramik, sebelum menganggur bekerja sebagai tukang amplas, juru kebun SD, dan
juru parkir. Seringkali pekerjaan yang digeluti tidak bertahan lama. Dari saya
dan keluarga melihat kejadian ini mungkin dikarenkan dia dalam berinteraksi
dengan orang lain kurang baik, hal itu didasari oleh perilkunya dan
interaksinnya di dalam keluarga. Berpindah ke tetangga saya, samping kanan
rumah saya menganggur sudah sejak lama mungkin ketika umurnya 27 hingga
sekarang umurnya sudah mencapai 45 tahun, tidak bekerja, tidak beristri, dan
tidak memilki anak. Meskipun beliau masih tinggal bersama keluarganya tetapi
saya rasa kepedulian keluarga tidak cukup tinggi dilihat dari cukup seringnya
perselisihan diantara keduanya tertutama menyangkut warisan atau harta gono gini dari kedua orang
tua mereka. Sedikit kebelakang dari rumah saya pemuda berumur sekitar 25an
waktunya digunakan untuk nongkrong dan kumpul bareng bersama teman-temannya. Hal
ini tentu menjadi beban pikiran, keresahan, ketidany nyaman secara norma usia
seperti itu sudah mampu mencari dan menciptakan pekerjaan sendiri sehingga
tercukupilah kebutuhan pribadi tanpa harus menggantungkan diri kepada keluarga
atau masyarakat.
2.
Kemiskinan
kemiskinan
selain ditunjang oleh angka pengangguran, tingkat pendapat perkapita rendah,
banyak manula dan janda yang tidak tercukupkan kebutuhannya. Di rt saya
sendiri untuk janda miskin ada lima dari
yang umurnya muda sampai yang tua. Warga di daerah saya yang memiliki
pekarangan atau halaman rumah sedikit saja. Rata-rata rumah kami
berhimpit-himpitan tanpa memiliki pekarangan. Contohnya dirumah saya sendiri,
meski rumah kami bisa dibilang tidak “gedek” atau sudah bertembok, perlu
diketahui bahwa itu bukanlah tembok sendiri tapi tembok tetangga, keluar dari
pintu rumah sudah memasuki tanah orang lain. Keresahan dan ketidak nyamanan
tidak hanya dirasakan oleh keluarga kami, terkadang konflik itu timbul karena
hal semacam, atap rumah kami tidak memilki pipa air untuk mengalirkan air
ketika hujan akibatnya air hujan tersebut langsung jatuh mengucur dengan deras
ketanaman tetangga dan tetanggaku pun marah-marah. Lain cerita dengan tetangga
saya. Dulunya tetangga saya adalah seorang bisa dibilang kaya karena memiliki
meubel. Namun kehidupan mereka berubah, si suami menikah lagi dan meninggalkan
istri pertamanya. Setelah ia menikah lagi tak pernah sekalipun ia mengurusi
istri pertamanya. Baik nafkah batin maupun nafkah lahir tak pernah diberikan. Akhirnya
mereka bercerai, si istri seorang diri mengurussi anaknya. Awal pertama
perceraian rumah besar beserta isinya masih lengkap. Namun lama-kelamaan isi
rumah itu menjadi kosong kerana digadaikan dan dijual. Saat ini untuk mencukupi
kebutuhan keluarga ibu itu bekerja mengasuh anak tetangga dan untuk makan
sering kali masih diberi oleh tetangga dan sanak saudara. Hal semacam ini cukup
banyak terjadi di lingkungan saya.
3.
Tingkat perjaka
dan perawan tua cukup tinggi.
Umur 22 sampai
27 adalah umur dimana seorang wanita ideal untuk menikah dan berkeluarga. Namun
kenyataannya, dilingkungan saya. Masih banyak wanita wanita dengan kisaran umur
diatas masa ideal menikah yang betah
dengan status belum menikah. Ada beberapa yang memang sibuk untuk memikirkan
karier pekerjaan, ada yang sudah memiliki pacar tetapi takut dan enggan untuk
menikah, ada pula yang tidak memilki pacar dan tidak memiliki calon untuk
menikah, bahkan ada pula yang memang tidak berkeinginan untuk menikah. Normanya
jika wanita sudah berumur harus segera dinikahkan. Memang disini berlaku pula
norma seperti itu. Akan tetapi dalam aplikasinya masih belum setegas dan
sekeras didesa. Kondisi semacam ini semacam sudah dianggap hal biasa. Tidak
hanya perawan perjaka tua pun cukup banyak disini. Contohnya di rt saya sendiri
terdapat dua perjaka tua dan dua perawan tuan dengan umur 52, 45, 69, 29.
Wanita “A” 52 tahun belum menikah karena memang tidak mau menikah. Wanita “B”
29 tahun belum menikah karena belum meiliki calon dan bekal untuk menikah.
Laki-laki “C” 45 tahun belum menikah
karena belum meiliki calon dan memiliki cukup bekal untuk menikah. Laki-laki
“D” umur 69 tahun belum menikah karena tidak berkeinginan untuk menikah, beliau
mengalami trauma dan memang belia tidak pernah berinteraksi dengan orang luar
bahkan dari keluarga sendiri tidak semua yang sering berinteraksi dengan
beliau. Bukan karena ketidak pedulian keluarga tapi kerana memang beliau sulit
untuk berinteraksi. Fenomena ini tidak hanya terjadi di desa saya tapi juga
desa tetangga. Sulit menemukan pernikahan dini di tempat saya, lain halnya jika
di daerah yang jauh dari pusat kota.
4.
Ketidak
displinan dan ketidak patuhan santri terhadap tata tertib pondok
Pondok pesantren
merupakan kelembagaan pendidikan agama yaitu agama islam yang bersifat non
formal. Didalam pondok pengawasan dan pemantuan santri dilakukan 24 jam. Adapun
rutinitas kegiatan di pondok adalah pagi pukul 05.30-06.30 WIB ngaji bandongan
pagi. Ngaji bandongan sore mulai pukul 16.30-17.30. Kemudian pukul 20.30-21.00
ngaji Madrasah Diniyah. Dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan didalam pondok
selalu ada absensi. Peraturan disini menegaskan santri diperbolehkan ijin tidak
mengikuti kegiatan pondok dengan menghubungi seksi tertkait dengan batasan
waktu tertentu apabila melanggar akan terkena takzir. Namun disini tidak semua
santri mematuhi tata tertib dengan semestinya. Saya menemukan pada sebuah
kamar, absensi ngaji tertutama ngaji bandongan hampir dalam satu minggu tidak
pernah hadir. Anehnya ini terjadi pada semua anggota kamar yang berjumlah 6
orang. Sebut saja kamar tersebut “L”. dulu ketika awal-awal ngaji, saya
mengetahui bahwa beberapa dari anggota kamar L rajin mengaji. Tapi hal ini
berubah pada beberapa bulan terakhir. Hal ini mengundang keheranan pada santri
lain termasuk pengurus. Bulan lalu, oleh pengurus diadakan rolling anggota
kamar. Untuk kamar L sendiri ada 4 orang yang akan di rolling. Sebelumnya
anggota kamar L berjumlah 7. Awal proses perollingan 2 diantaranya bersedia dan
telah pindah kamar. 2 diantaranya lagi tidak bersedia dan bersikeras untuk
tetap di kamar L. Waktu berjalan absensi kamar L tetap banyak alfanya. Sedang 2
yang sudah pindah sudah mulai sering mengaji. Oleh santri lain yang lebih tua,
kondisi semacam ini disebabkan oleh salah seorang anggota kamar yang memang
malas sehingga ini sangat mempengaruhi santri lain terutama santri baru. Watak
dan karakter dari santri lama akan sangat mempengaruhi pola perilaku santri
lain terutama santri baru.
5.
Gaya remaja berpacaran
Taman taman kota
adalah tempat kesukaan para untuk berdua-duan dengan pacarnya. Sangat mudah
menemukan disepanjang taman kota, taman kanal misalnya. Keadaan dimana ada
motor tapi pemilikinya tidak ada, lalu anda melihat semak-semak bergoyah tak
wajar dan mendengar suara lirih. Tidak hanya taman, kebun, rumah sendiri,
bahkan kuburan pun acap kali dijadikan tempat mesum. Ketika berjalan-jalan
adalah pemandangan biasa bila melihat seorang cewek dan cowok masih SMA
berbonceng-boncengan sampai “Nggamblok”. Bila melihat seorang cewek lehernya
berwarna merah teman-temannya akan menduga bahwa ia telah melakukan
“Cipok-cipokan” ciuman pada daerah leher, untuk anak-anak setingkat SMP-SMA
sering kali ditemui kasus anak DO karena ketahuan hamil atau menghamili. Dampak
dari kondisi semacam ini remaja yang DO tidak memiliki cukup keahlian akibatnya
biaya hidup keluarga baru mereka ditanggung oleh keluarga, secara biologis
istri belum siap sehingga akan berpengaruh pada kondisi psikologis dan pada
cabang bayi yang di kandunganya, meningkatnya tingkat aborsi dan angka
perceraian.
6.
Pencemaran
lingkungan
Pencemaran udara
: maraknya penggunaan AC, pembangunan gedung berkaca (efek rumah kaca), jumlah
kendaraan sepeda motor semakin meningkat, PLTU adalah factor factor penyebab
mengapa udara disekitar lingkungan menjadi tercemar. Dalam sebuah keluarga
keberadan sepeda motor sudah menjadi kebutuhan, jika dalam sebuah keluarga
terdapat 5 anggota keluarga maka tiap-tiap anggota telah memiliki sepeda motor
mereka sendiri. Baru-baru daerah saya sedang ramainya dalam pembamgunan ruko.
Mayoritas bangunan dari itu adalah kaca, meskipun tidak separah di kota-kota
besar seperti Jakarta, Bandung, atau Semarang. Tetap saja hal tersebut semakin
meningkatkan Global Warming. Karena dari factor-faktor tersebut merupakan
menyumbang CO2. Kondisi sudah sedemikian, namun tidak imbangi dengan tingkat
kesadaran masyarakat dalam penghijauan dan penggunaan alat-alat yang ramah
lingkungan. Rasanya kian hari Jepara terasa semakin panas dan sesak.
Pencemaran air :
dapat dilihat dengan mudah sungai-sungai disekitar lingkungan saya berwarna
keruh, banyak lumut dan ganggang, berbau tidak sedap. Hal ini dikarenakan
kebanyakan masyarakat membuang sampah rumah tangga langsung aliran sungai di
dekat rumah. Akibatnya sampah sampah tersebut menghambat aliran sungai,
menyembabkan bau tidak sidap, merubah warna
dan rasa air. Seperti kondisi di sungai Kaliwiso dan sungai kanal. Meski
begitu alkhamdulillah, Jepara selama beberapa tahun terakhir ini tidak pernah
kebanjiran. Ini disebabkan oleh, pemerintah dan masyarakat masih ada yang peduli terhadap lingkungannya.
Seperti kebijakan pemerintah yang selalu memperdalam atau menguras tanah di
sungai Kanal karena memang sungai Kanal sudah tidak bisa di perluas lagi. Usaha
ini juga dilakukan guna mengambil sampah yang ada di sungai. Masyarakat juga bagi mereka yang sadar selalu melakukan
kerja bakti disekitar lingkungan dengan membersihkan selokan dan sungai kecil disekitar
mereka.
7.
Penyalahgunaan
narkoba dan miras
Saat acara
tertentu seperti Orkes Dangdut akan mudah dijumpai para penjual yang menjajakan Miras, orang
mabuk ataupun orang yang sedang sakau. Penyalahgunaan ini tidak hanya terjadi
ketika ada orkes dangdut, tahun baru 2011 kemarin saya menemukan banyak orang
mabuk di alun-alun, dan tempat-tempat tongkrongan anak muda. Hal ini
menimbulkan keresahan pada masyarakat dan seringkali kekacauan. Kondisi
keamanan menjadi tidak kondusif banyak
timbul kriminalitas akibat hal itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar