Pages - Menu

Minggu, 20 Januari 2013

BAB 1 AZAZ-AZAZ ANTROPOLOGI DAN RUANG LINGKUPNYA



BAB 1

AZAZ-AZAZ  ANTROPOLOGI DAN RUANG LINGKUPNYA

Standar Kompetensi :
Memahami azas-azas antropologi dan ruang lingkupnya.
Kompetensi Dasar :
Menjelaskan konsep dasar antropologi, ruang lingkup ilmu antropologi dan fase-fase perkembangannya
Indikator Pencapaian Kompetensi :
1.    Menjelaskan pengertian dasar antropologi
2.    Menjelaskan ruang lingkup dan obyek antropologi
3.    Menjelaskan perbedaan antropologi dengan ilmu social lain (sosiologi)
4.    Menjelaskan metode ilmiah dalam antropologi
5.    Menjelaskan fase-fase perkembangan antropologi
Tujuan Pembelajaran:
1.        Mahasiswa  dapat menjelaskan pengertian dasar antropologi
2.    Mahasiswa dapat menjelaskan ruang lingkup dan obyek antropologi
3.    Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan antropologi dengan ilmu sosial lain (sosiologi)
4.    Mahasiswa dapat menjelaskan metode ilmiah dalam antropologi
5.    Mahasiswa  dapat menjelaskan fase-fase perkembangan antropologi
Materi Pokok:
1.    Pengertian Dasar Antropologi
                 Antropologi telah membongkar anggapan yang keliru mengenai superioritas ras dan kebudayaan. Selain itu, antropologi juga telah mempelajari semua bangsa tanpa mempedulikan dimana dan bilamana mereka hidup sehingga memberikan kejelasan tentang sifat manusia daripada semua pemikiran para filsuf atau studi para ilmuwan di laboratorium. Dari semua ilmu, antropologi adalah ilmu yang paling luas cakrawalanya. Bahan yang dipelajari dalam antropologi sangat luas. Antropologi membahas segala sesuatu yang ada hubungannya dengan makhluk manusia dahulu dan sekarang.
                 Sebenarnya banyak ilmu lain dengan cara-cara tertentu memberikan perhatian kepada makhluk manusia. Beberapa diantaranya anatomi dan fisiologi, mempelajari manusia sebagai organisme biologi. Ilmu-ilmu sosial memusatkan perhatiannya kepada bentuk-bentuk yang khas dari hubungan antar manusia. Antropologi berusaha memperhatikan semua itu, bahkan melihatnya secara keseluruhan di semua ruang (tempat) dan waktu. Perspektif luas dan unik inilah yang merupakan  sarana amat baik bagi ahli antrolopologi untuk menelaah sesuatu yang sangat halus, disebut sifat manusia.
                 Berdasarkan argumentasi di atas dapat ditegaskan bahwa antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia. Secara praktisnya, disiplin antropologi untuk menelaah keanekaragaman manusia dibagimenjadi beberapa bidang, dan ahli antropologi secara sendiri-sendiri mengkhususkan diri di salah satu bidang atau lebih.

2.    Ruang Lingkup dan Obyek Antropologi
                 Antropologi menurut tradisi dibagi menjadi empat cabang, yakni: a). Antropologi fisik, b).       Antropologi budaya, yang mencakup 3 cabang: arkeologi, linguistik dan etnologi. Antropologi fisik ini merupakan bagian dari antropologi yang memusatkan perhatiannya kepada manusia sebagai organisme biologis, dan salah satu yang menjadi perhatiannya ialah evolusi manusia. Keistimewaan apapun yang dianggap ada pada dirinya oleh manusia, mereka adalah binatang yang menyusui (khususnya primat) dan mereka memiliki nenek moyang yang sama dengan primat-prmat lainnya, khususnya dengan kera dan monyet. Ahli antropologi fisik berusaha melacak nenek moyang jenis manusia untuk mengetahui bagaimana, kapan dan mengapa kita menjadi jenis makhluk seperti sekarang ini melalui analisis terhadap fosil-fosil dan pengamatan terhadap primat-primat yang hidup. Bidang lain dari antropologi fisik adalah studi tentang variasi umat manusia. Kita semua adalah anggota dari satu jenis, secara menyolok atau tidak kita ini berbeda-beda. Kita tidak hanya berbeda dalam hal yang tampak, seperti warna kulit atau bentuk hidung kita, akan tetapi mengenai faktor-faktor biokimia seperti golongan darah dan kepekaan terhadap penyakit tertentu. Ahli antropologi fisik modern menggunakan pengetahuan genetika dan biokimia untuk memperoleh pengertian yang lebih lengkap tentang variasi umat manusia dan cara orang menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang beraneka ragam. Antropologi fisik berhubungan erat dengan ilmu-ilmu biologi.
                 Antropologi budaya membahas manusia sebagai makhluk budaya.  Pekerjaan dari ahli antropologi fisik merupakan kerangka kerja yang diperlukan ahli antropologi budaya, sebab tidak kebudayaan tanpa manusia. Guna memahami pekerjaan ahli antropologi budaya, kita menjelaskan pengertian kebudayaan lebih dahulu, walaupun konsep kebudayaan akan dikaji lebih mendalam pada bagian berikutnya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai peraturan-peraturan atau pembakuan-pembakuan yang berlaku di masyarakat (kelompok manusia).  Pembakuan-pembakuan ini menentukan atau memberikan petunjuk untuk perilaku sehari-hari anggota masyarakat, oleh sebab itu perilaku manusia tersebut sebagai perilaku kebudayaan.
                 Antropologi budaya berhubungan erat dengan ilmu-ilmu lain. Ilmu yang paling sering dihubungan dengan antropologi budaya adalah sosiologi. Kedua-duanya berusaha menggambarkan dan menerangkan perilaku manusia dan konteks sosialnya, namun sosiologi lebih memusatkan perhatiannya secara khusus kepada orang yang hidup pada jaman baru, sehingga teori-teori mereka cenderung perilaku manusia yang terikat pada kebudayaan  tertentu (culture bound), biasanya teori diasumsikan pada kebudayaan kelas menengah, yang dikhususkan untuk orang-orang berprofesi. Senbaliknya, antropologi budaya berusaha mengurangi masalah keterikatan teori kepada kebudayaan tertentu dengan cara mempelajari seluruh umat manusia dan tidak membatasi diri kepada studi tentang bangsa-bangsa yang telah maju. Ahli antropologi menyimpulkan bahwa untuk memperoleh pengertian yang memadai tentang perilaku manusia, seluruh umat manusia harus dipelajari. Titik berat antropologi budaya adalah pada studi kebudayaan prasejarah atau kebudayaan non-Barat yang lebih baru, sering membawa kesimpulan yang membantah pendapat lama yang terbentuk melalui studi masyarakat Barat.
                 Antropologi budaya dibagi menjadi bidang arkeologi, antropologi linguistik dan etnologi. Setiap bidang mempunyai kepentingan dan metode khusus, namun semuanya mengenai data kebudayaan manusia yang berbeda-beda dan bagaimana caranya kebudayaan berkembang dimana-mana, menyesuaikan diri dan terus-menerus berubah.
                 Arkheologi adalah cabang antropologi kebudayaan yang mempelajari benda-benda  peninggalan material dengan maksud untuk menggambarkan dan menerangkan perilaku manusia pada masa lampau. Perhatiannya dipusatkan kepada masa lampau manusia, sebab apa yang tertinggal dari masa lampau itu sering hanya berupa benda dan bukan gagasan. Oleh sebab itu ahli antropologi mempelajari alat-alat, tembikar dan peninggalan lain yang tidak lapuk oleh waktu (tahan jaman) sebagai warisan  dari kebudayaan yang telah punah. Berbeda dengan ahli sejarah, ahli arkheologi tidak terpancang  kepada 5000 tahun terakhir dari sejarah umat manusia yang meninggalkan keterangan-keterangan tertulis tentang hasil jerih payah manusia.
                 Antropologi linguistik adalah cabang antropologi  budaya yang mengadakan studi tentang bahasa manusia. Linguistik dapat berupa deskripsi sesuatu bahasa (cara membentuk kalimat atau mengubah kata kerja) atau sejarah bahasa-bahasa (cara bahasa-bahasa berkembang dan saling mempengaruhi sepanjang waktu). Ahli antropologi melalui studi linguistik dapat mengetahui lebih baik bagaimana  pendapat orang tentang dirinya sendiri dan tentang dunia di sekitarnya. Mereka memberikan sumbangan yang berharga untuk memahami  masa lampau umat manusia dengan menyusun hubungan geneologi dari bahasa-bahasa dan mempelajari distribusi bahasa tersebut ia dapat memperkirakan berapa lama orang-orang yang menggunakan bahasa itu tinggal di daerah tempat mereka tinggal sekarang.
                 Etnologi merupakan cabang antropologi yang mempelajari kebudayaan-kebudayaan jaman sekarang. Ahli etnologi mengkhususkan diri kepada perilaku manusia sebagaimana yang dapat disaksikan, dialami dan didiskusikan dengan orang-orang yang kebudayaannya hendak dipahami. Pendekatan ahli etnologi adalah etnografi deskriptif. Ahli etnografi adalah ahli arkheologi yang mengamati arkheologinya hidup-hidup. Ahli etnologi menjadi penulis etnografi dengan cara terjun ke lapangan untuk hidup di tengah-tengah rakyat yang ditelitinya. Mereka berusaha menjadi pengamat yang terlibat (participant observer) dalam kebudayaan yang sedang dipelajarinya. Ahli etnografi dapat mulai memahami sistem kebudayaan suatu masyarakat dengan menemukan bagaimana semua lembaga kebudayaan (sosial, politik dan keagamaan) saling berkaitan menjadi satu.
                 Keduanya aspek antropologi (fisik dan budaya) terdapat hubungan yang sangat erat, yang mengantarkan pada pemahaman tentang bagaimana biologi mempengaruhi atau tidak mempengaruhi kebudayaan, dan bagaimana kebudayaan dapat dan memang mempengaruhi biologi.

3.    Antropologi dengan Ilmu Sosial Lain (Sosiologi)
                 Tujuan dari kedua ilmu ini seolah-olah sama yakni mencari unsur-unsur persamaan di bidang aneka warna beribu-ribu masyarakat dan kebudayaan manusia di muka bumi dengan tujuan untuk mencapai pengertian tentang azas-azas hidup masyarakat dan kebudayaan manusia pada umumnya. Secara khusus keduanya terdapat perbedaan sebagai berikut: memiliki asal mula dan sejarah perkembangan yang berbeda, sehingga menyebabkan adanya perbedaan pengkhususan kepada pokok dan bahan penelitian dari kedua ilmu itu dan hal ini akan berakibat pada adanya perbedaan dalam beberapa metode dan masalah khusus dari kedua ilmu.
                 Asal usul perkembangan antropologi adalah menghimpun bahan keterangan tentang masyarakat dan kebudayaan penduduk pribumi di daerah luar Eropa untuk mendapat pengertian tentang tingkat-tingkat perkembangan masyarakat dan kebudayaan. Sedangkan asal usul perkembangan sosiologi adalah adanya krisis masyarakat di Eropa yang menyebabkan masyarakat Eropa memerlukan suatu pengetahuan yang mendalam mengenai azas-azas masyarakat dan kebudayaan sendiri.
                 Obyek kajian antropologi berawal dari fakta sosial kehidupan masyarakat primitif (tradisional) di daerah pedesaan di luar Eropa, kemudian berkembang pada fenomena fakta sosial pada masyarakat perkotaan, termasuk kehidupan masyarakat di Eropa yang kompleks. Sedangkan obyek kajian sosiologi justru berawal dari tatanan kehidupan masyarakat yang kompleks di perkotaan yang mengalami krisis ekonomi, kemudian berkembang pada tatanan kehidupan masyarakat pedesaan.
                 Pada akhirnya kedua ilmu ini memiliki obyek penelitian yang sama, yakni masyarakat dan kebudayaan yang kompleks di perkotaan dan yang kurang kompleks di pedesaan, namun terdapat perbedaan dalam metode dan analisisnya. Ilmu antropologi menjelaskan fakta sosial dari salah salah satu unsur masyarakat dengan menghubungkannya unsur-unsur lain yang lebih kompleks melalui pendekatan sistem. Metode yang diterapkan bersifat kualitatif,  proses berpikir dari  induktif  ke deduktif, lebih mengandalkan pengumpulan fakta melalui observasi partisipan dan wawancara.

4.    Metode Ilmiah dalam Antropologi
                 Ilmu adalah cara yang ampuh dan luwes yang ditemukan oleh manusia untuk memahami tabiat dunia dan alam semesta yang tampak. Ilmu mencari keterangan-keterangan yang dapat diuji tentang fenomena yang disaksikan orang berdasarkan prinsip atau  hukum yang tidak nampak, tetapi bersifat umum dan tetap. Antropologi bermaksud mempelajari manusia secara obyektif dan sistematis. Ahli antropologi menggunakan metode-metode yang digunakan oleh para ilmuwan lain dengan mengembangkan hipotesis, atau penjelasan yang dianggap benar, menggunakan data lain untuk mengujinya, dan akhirnya menemukan suatu teori (suatu sistem hipotesis yang telah teruji, yang menjelaskan fenomena-fenomena secara sistematis). Data yang digunakan ahli antropologi dapat berupa data dari satu masyarakat atau studi komparatif di antara sejumlah besar masyarakat.
                 Antropolog meneliti semua unsur dalam kehidupan masyarakat sebagai kebulatan. Apabila hanya mengkhususkan kepada suatu unsur tertentu saja dalam kehidupan masyarakat kota, misalnya aktivitas kehidupan keagamaan atau aktivitas kehidupan kekeluargaan, seorang antropolog akan menghubungkan semua unsur dalam kehidupan dengan seluruh struktur kehidupan masyarakat kota. Metode pengumpulan bahan yang mengkhusus dan mendalam bersifat kualitatif serta menerapkan metode analisis yang bersifat membandingkan (komparatif).
                 Kesatuan pengetahuan dengan metode ilmiah yang diterapkan dalam pengembangan ilmu antroplogi melalui tiga tingkat, yakni:
(1).  Pengumpulan fakta tentang kejadian dan gejala masyarakat dan kebudayaan untuk pengolahan secara ilmiah, dilakukan dengan metode observasi, mencatat, mengolah dan melukiskan fakta-fakta yang terjadi dalam masyarakat yang hidup, baik dengan penelitian di lapangan, penelitian di laboratorium maupun penelitian perpustakaan.
(2).  Penentuan ciri-ciri umum dan sistem yang menimbulkan cara berpikir secara induktif dengan metode-metode untuk mencari ciri-ciri yang sama, umum dari aneka warna fakta dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan manusia. Pencarian ciri-ciri umum di antara aneka warna fakta masyarakat ini menggunakan meode komparatif yang dimulai dengan metode klasifikasi.
(3).  Verifikasi atau pengujian dalam kenyataan harus menguji kaidah-kaidah yang telah dirumuskan dalam kenyataan alam atau masyarakat yang hidup. Proses berpikir yang berkembang bersifat deduktif dari perumusan umum kembali ke arah fakta-fakta yang khusus. Metode verifikasi yang digunakan di atas disebut metode yang  bersifat kualitatif. Metode verikasiyang lain juga dapat digunakan adalah metode bersifat kuantitatif, yaitu cara mengolah fakta sosial dalam jumlah yang besar dan diterapkan statistik.
                 Ada kesulitan serius untuk menerapkan pendekatan ilmiah dalam antropologi, antara lain: (a). apabila kita mencanangkan sebuah hipotesis, maka kita mendapat motivasi yang kuat untuk mengujinya, dan ini secara tidak sengaja dapat menyebabkan kita tidak melihat atau bahkan mengesampingkan bukti-bukti yang negatif. (b). menyusun teori yang baik tentang perilaku manusia harus bertolak dari sejumlah hipotesis yang seobyektif dan sebebas mungkin dari pengaruh kebudayaan, hal ini sangat sulit dilakukan karena kita dibesarkan dari sebuah kebudayaan yang digunakan untuk menyusun hipotesis tersebut.
                 Hasil akhir suatu kerja lapangan arkheologi atau etnografi adalah sebuah uraian yang teratur, yang merupakan kerangka untuk menerangkan perilaku pemilik kebudayaan yang sedang dipelajari melalui wawancara, observasi partisipan dan membandingkan data arkheologis dan/atau etnografis dari beberapa masyarakat yang terdapat di sebuah daerah tertentu dan selanjutnya antropolog dapat merumuskan hipotesis-hipotesis yang lebih luas tentang perilaku manusia.
                 Bahan yang dipelajari antropologi terus menerus berubah karena terjadi penemuan-penemuan baru, dan kebudayaan itu sendiri selalu dalam keadaan berubah. Perubahan peranan wanita dalam keluarga, peranan seks dan sikap baru terhadap perkawinan dan keluarga adalah contoh-contoh perubahan yang dengan mudah dapat dilihat dalam kebudayaan sendiri. Antropologi masa kini tetap mempertahankan keterlibatannya dengan sifat kemanusiaan orang-orang lain, oleh karena itu antropologi semakin berhasil menjadi pengetahuan tentang manusia yang benar-benar manusiawi.

5.    Fase-fase Perkembangan Antropologi
                 Terdapat empat fase perkembangan ilmu antropologi:
a.       Fase pertama (sebelum 1800).
Suku-suku bangsa penduduk pribumi Afrika, Asia dan Amerika mulai didatangi oleh orang Eropa, dan lambat laun berbagai daerah di muka bumi mendapat pengaruh dari negara-negara Eropa Barat. Bersamaan dengan proses tersebut mulai terkumpul buku-buku kisah perjalanan, laporan-laporan tentang adat-istiadat, susunan masyarakat, bahasa dan ciri-ciri fisik bangsa-bangsa Eropa Barat. Deskripsi-deskripsi ini seringkali bersifat kabur dan kebanyakan hanya memperhatikan hal-hal yang dalam tinjauan orang Eropa tampak aneh saja, walaupun ada karangan-karangan yang baik dan lebih teliti sifatnya. Bahan etnografi dari suku di Afrika, Oseania dan orang Indian di Amerika menimbulkan  tiga sikap/pandangan orang Eropa terhadap suku-suku  bangsa tersebut, yaitu:
(1).  Sebagian orang Eropa memandang bangsa-bangsa tersebut bukan manusia sebenarnya, mereka manusia liar, turunan iblis dan disebut savages, primitives.
(2). Sebagian orang Eropa memandang sifat-sifat baik dari bangsa-bangsa jauh tadi. Bangsa-bangsa itu adalah contoh dari masyarakat yang masih murni, belum kemasukan kejahatan dan keburukan sebagaimana yang terjadi di masyarakat Eropa.
(3).  Sebagian orang Eropa tertarik dengan adat istiadat yang aneh dan mulai mengumpulkan benda-benda kebudayaan tersebut.
Tujuan ilmu antropologi pada fase I ini adalah menghimpun pengetahuan tentang masyarakat, adat-istiadat dan ciri-ciri fisik bangsa-bangsa di luar Eropa, sebagai pemicu awal  di dunia ilmiah untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan pengetahuan etnografi manjadi satu.
b.  Fase kedua (pertengahan abad ke-19).
     Timbul bahan etnografi yang disusun berdasarkan cara berpikir evolusi  masyarakat. Dirumuskan bahwa masyarakat dan kebudayaan manusia telah berevolusi dengan sangat lambat dalam satu jangka waktu beribu-ribu tahun lamanya, dari tingkat-tingkat yang rendah melalui beberapa tingkat antara dan sampai kepada tingkat tertinggi. Semua bentuk masyarakat di luar Eropa disebut pimitif yang dijadikan contoh tingkat kebudayaan paling rendah dan masih hidup sampai sekarang sebagai warisan kebudayaan manusia jaman dahulu. Meneliti kebudayaan masyarakat di luar eropa sekaligus menambah pengertiannya tentang sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
     Tujuan ilmu antropologi pada fase II ini bersifat akademik yaitu mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk mendapat suatu pengertian tentang tingkat-tingkat kuno dalam sejarah evolusi dan sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
c.  Fase ketiga (permulaan abad ke-20)
     Sebagian besar negara-negara di Eropa berhasil untuk mencapai   kekuasaan di daerah jajahan di luar Eropa. Ilmu antropologi dinilai sangat penting untuk mempelajari bangsa-bangsa di luar Eropa dan mengembangkan pengertian masyarakat di luar negara Eropa sebagai masyarakat yang tidak kompleks.
     Tujuan pengembangan antropologi pada fase III ini bersifat praktis, yaitu mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa untuk kepentingan pemerintah kolonial dan mendapat pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks.
d.  Fase keempat (sesudah tahun 1930)
     Antropologi mengalami perkembangan yang paling luas pada fase ke-4 ini tentang bahan pengetahuan yang lebih teliti dan ketajaman dari metode-metode ilmiahnya. Kehidupan masyarakat di dunia mengalami perubahan besar, yakni sikap antipati terhadap kolonialisme sesudah perang dunia ke II dan cepat hilangnya bangsa-bangsa primitif (asli dan terpencil) dari pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika. Kondisi ini mendorong antropologi mengembangkan lapangan-lapangan penelitian dengan tujuan pokok yang baru. Hasil perkembangan fase I,II dan III sebagai landasan perkembangan yang baru. Sasaran perkembangan antropologi yang baru adalah manusia di daerah pedesaan pada umumnya ditinjau dari aneka warna fisiknya, struktur masyarakat dan unsur-unsur kebudayaannya. Masyarakat desa yang dianalisis bukan hanya di luar negara Eropa, tetapi termasuk masyarakat pedesaan di negara Eropa.
     Tujuan antropologi pada fase IV ini dibedakan menjadi dua, yakni bersifat akademik dan praktis. Tujuan akademik adalah mencapai pengertian tentang makhluk manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna bentuk fisiknya, masyarakat serta kebudayaannya. Tujuan praktisnya adalah  mempelajari manusia dalam aneka warna masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa itu.
                 Di Indonesia, antropologi  sebagai ilmu praktis untuk mengumpulkan data tentang kebudayaan-kebudayaan daerah dan masyarakat pedesaan, sehingga dapat menemukan dasar-dasar bagi suatu kebudayaan nasional yang mempunyai kepribadian khusus dan dapat dibangun suatu masyarakat desa yang modern. Disamping itu antropologi bersamaan  dengan sosiologi praktis dapat memberikan bantuan dalam hal memecahkan masalah-maslah kemasyarakatan di Indonesia sekarang dalam hal perencanaan pembangunan nasional sebagaimana di negara India.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar