BAB 1
AZAZ-AZAZ ANTROPOLOGI DAN RUANG LINGKUPNYA
Standar Kompetensi :
Memahami azas-azas antropologi dan ruang lingkupnya.
Kompetensi Dasar :
Menjelaskan konsep dasar antropologi, ruang lingkup ilmu antropologi dan fase-fase
perkembangannya
Indikator Pencapaian Kompetensi :
1. Menjelaskan
pengertian dasar antropologi
2. Menjelaskan
ruang lingkup dan obyek antropologi
3. Menjelaskan
perbedaan antropologi dengan ilmu social lain (sosiologi)
4. Menjelaskan
metode ilmiah dalam antropologi
5. Menjelaskan
fase-fase perkembangan antropologi
Tujuan Pembelajaran:
1.
Mahasiswa
dapat menjelaskan pengertian dasar antropologi
2. Mahasiswa dapat menjelaskan ruang lingkup dan obyek antropologi
3. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan
antropologi dengan ilmu sosial lain (sosiologi)
4. Mahasiswa dapat menjelaskan metode ilmiah dalam antropologi
5. Mahasiswa
dapat menjelaskan fase-fase perkembangan antropologi
Materi Pokok:
1. Pengertian Dasar Antropologi
Antropologi
telah membongkar anggapan yang keliru mengenai superioritas ras dan kebudayaan.
Selain itu, antropologi juga telah mempelajari semua bangsa tanpa mempedulikan
dimana dan bilamana mereka hidup sehingga memberikan kejelasan tentang sifat
manusia daripada semua pemikiran para filsuf atau studi para ilmuwan di
laboratorium. Dari semua ilmu, antropologi adalah ilmu yang paling luas
cakrawalanya. Bahan yang dipelajari dalam antropologi sangat luas. Antropologi
membahas segala sesuatu yang ada hubungannya dengan makhluk manusia dahulu dan
sekarang.
Sebenarnya banyak ilmu lain dengan
cara-cara tertentu memberikan perhatian kepada makhluk manusia. Beberapa
diantaranya anatomi dan fisiologi, mempelajari manusia sebagai organisme
biologi. Ilmu-ilmu sosial memusatkan perhatiannya kepada bentuk-bentuk yang
khas dari hubungan antar manusia. Antropologi berusaha memperhatikan semua itu,
bahkan melihatnya secara keseluruhan di semua ruang (tempat) dan waktu.
Perspektif luas dan unik inilah yang merupakan
sarana amat baik bagi ahli antrolopologi untuk menelaah sesuatu yang
sangat halus, disebut sifat manusia.
Berdasarkan
argumentasi di atas dapat ditegaskan bahwa antropologi adalah studi tentang
umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia
dan perilakunya, dan untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang
keanekaragaman manusia. Secara praktisnya, disiplin antropologi untuk menelaah
keanekaragaman manusia dibagimenjadi beberapa bidang, dan ahli antropologi
secara sendiri-sendiri mengkhususkan diri di salah satu bidang atau lebih.
2. Ruang Lingkup dan Obyek Antropologi
Antropologi
menurut tradisi dibagi menjadi empat cabang, yakni: a). Antropologi fisik, b). Antropologi budaya, yang mencakup 3
cabang: arkeologi, linguistik dan etnologi. Antropologi fisik ini merupakan
bagian dari antropologi yang memusatkan perhatiannya kepada manusia sebagai
organisme biologis, dan salah satu yang menjadi perhatiannya ialah evolusi
manusia. Keistimewaan apapun yang dianggap ada pada dirinya oleh manusia,
mereka adalah binatang yang menyusui (khususnya primat) dan mereka memiliki
nenek moyang yang sama dengan primat-prmat lainnya, khususnya dengan kera dan
monyet. Ahli antropologi fisik berusaha melacak nenek moyang jenis manusia
untuk mengetahui bagaimana, kapan dan mengapa kita menjadi jenis makhluk
seperti sekarang ini melalui analisis terhadap fosil-fosil dan pengamatan terhadap
primat-primat yang hidup. Bidang lain dari antropologi fisik adalah studi
tentang variasi umat manusia. Kita semua adalah anggota dari satu jenis, secara
menyolok atau tidak kita ini berbeda-beda. Kita tidak hanya berbeda dalam hal
yang tampak, seperti warna kulit atau bentuk hidung kita, akan tetapi mengenai
faktor-faktor biokimia seperti golongan darah dan kepekaan terhadap penyakit
tertentu. Ahli antropologi fisik modern menggunakan pengetahuan genetika dan
biokimia untuk memperoleh pengertian yang lebih lengkap tentang variasi umat
manusia dan cara orang menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang beraneka
ragam. Antropologi fisik berhubungan erat dengan ilmu-ilmu biologi.
Antropologi
budaya membahas manusia sebagai makhluk budaya. Pekerjaan dari ahli antropologi fisik
merupakan kerangka kerja yang diperlukan ahli antropologi budaya, sebab tidak
kebudayaan tanpa manusia. Guna memahami pekerjaan ahli antropologi budaya, kita
menjelaskan pengertian kebudayaan lebih dahulu, walaupun konsep kebudayaan akan
dikaji lebih mendalam pada bagian berikutnya. Kebudayaan dapat diartikan
sebagai peraturan-peraturan atau pembakuan-pembakuan yang berlaku di masyarakat
(kelompok manusia). Pembakuan-pembakuan
ini menentukan atau memberikan petunjuk untuk perilaku sehari-hari anggota
masyarakat, oleh sebab itu perilaku manusia tersebut sebagai perilaku
kebudayaan.
Antropologi
budaya berhubungan erat dengan ilmu-ilmu lain. Ilmu yang paling sering
dihubungan dengan antropologi budaya adalah sosiologi. Kedua-duanya berusaha
menggambarkan dan menerangkan perilaku manusia dan konteks sosialnya, namun
sosiologi lebih memusatkan perhatiannya secara khusus kepada orang yang hidup
pada jaman baru, sehingga teori-teori mereka cenderung perilaku manusia yang
terikat pada kebudayaan tertentu (culture bound), biasanya teori
diasumsikan pada kebudayaan kelas menengah, yang dikhususkan untuk orang-orang
berprofesi. Senbaliknya, antropologi budaya berusaha mengurangi masalah
keterikatan teori kepada kebudayaan tertentu dengan cara mempelajari seluruh
umat manusia dan tidak membatasi diri kepada studi tentang bangsa-bangsa yang
telah maju. Ahli antropologi menyimpulkan bahwa untuk memperoleh pengertian
yang memadai tentang perilaku manusia, seluruh umat manusia harus dipelajari. Titik
berat antropologi budaya adalah pada studi kebudayaan prasejarah atau
kebudayaan non-Barat yang lebih baru, sering membawa kesimpulan yang membantah
pendapat lama yang terbentuk melalui studi masyarakat Barat.
Antropologi
budaya dibagi menjadi bidang arkeologi, antropologi linguistik dan etnologi.
Setiap bidang mempunyai kepentingan dan metode khusus, namun semuanya mengenai
data kebudayaan manusia yang berbeda-beda dan bagaimana caranya kebudayaan
berkembang dimana-mana, menyesuaikan diri dan terus-menerus berubah.
Arkheologi
adalah cabang antropologi kebudayaan yang mempelajari benda-benda peninggalan material dengan maksud untuk
menggambarkan dan menerangkan perilaku manusia pada masa lampau. Perhatiannya
dipusatkan kepada masa lampau manusia, sebab apa yang tertinggal dari masa
lampau itu sering hanya berupa benda dan bukan gagasan. Oleh sebab itu ahli
antropologi mempelajari alat-alat, tembikar dan peninggalan lain yang tidak
lapuk oleh waktu (tahan jaman) sebagai warisan
dari kebudayaan yang telah punah. Berbeda dengan ahli sejarah, ahli
arkheologi tidak terpancang kepada 5000
tahun terakhir dari sejarah umat manusia yang meninggalkan
keterangan-keterangan tertulis tentang hasil jerih payah manusia.
Antropologi
linguistik adalah cabang antropologi
budaya yang mengadakan studi tentang bahasa manusia. Linguistik dapat
berupa deskripsi sesuatu bahasa (cara membentuk kalimat atau mengubah kata
kerja) atau sejarah bahasa-bahasa (cara bahasa-bahasa berkembang dan saling
mempengaruhi sepanjang waktu). Ahli antropologi melalui studi linguistik dapat
mengetahui lebih baik bagaimana pendapat
orang tentang dirinya sendiri dan tentang dunia di sekitarnya. Mereka
memberikan sumbangan yang berharga untuk memahami masa lampau umat manusia dengan menyusun
hubungan geneologi dari bahasa-bahasa dan mempelajari distribusi bahasa
tersebut ia dapat memperkirakan berapa lama orang-orang yang menggunakan bahasa
itu tinggal di daerah tempat mereka tinggal sekarang.
Etnologi
merupakan cabang antropologi yang mempelajari kebudayaan-kebudayaan jaman
sekarang. Ahli etnologi mengkhususkan diri kepada perilaku manusia sebagaimana
yang dapat disaksikan, dialami dan didiskusikan dengan orang-orang yang
kebudayaannya hendak dipahami. Pendekatan ahli etnologi adalah etnografi
deskriptif. Ahli etnografi adalah ahli arkheologi yang mengamati arkheologinya
hidup-hidup. Ahli etnologi menjadi penulis etnografi dengan cara terjun ke
lapangan untuk hidup di tengah-tengah rakyat yang ditelitinya. Mereka berusaha
menjadi pengamat yang terlibat (participant
observer) dalam kebudayaan yang sedang dipelajarinya. Ahli etnografi dapat
mulai memahami sistem kebudayaan suatu masyarakat dengan menemukan bagaimana
semua lembaga kebudayaan (sosial, politik dan keagamaan) saling berkaitan menjadi
satu.
Keduanya
aspek antropologi (fisik dan budaya) terdapat hubungan yang sangat erat, yang
mengantarkan pada pemahaman tentang bagaimana biologi mempengaruhi atau tidak
mempengaruhi kebudayaan, dan bagaimana kebudayaan dapat dan memang mempengaruhi
biologi.
3. Antropologi dengan Ilmu Sosial Lain (Sosiologi)
Tujuan dari kedua ilmu ini seolah-olah
sama yakni mencari unsur-unsur persamaan di bidang aneka warna beribu-ribu
masyarakat dan kebudayaan manusia di muka bumi dengan tujuan untuk mencapai pengertian
tentang azas-azas hidup masyarakat dan kebudayaan manusia pada umumnya. Secara
khusus keduanya terdapat perbedaan sebagai berikut: memiliki asal mula dan
sejarah perkembangan yang berbeda, sehingga menyebabkan adanya perbedaan
pengkhususan kepada pokok dan bahan penelitian dari kedua ilmu itu dan hal ini
akan berakibat pada adanya perbedaan dalam beberapa metode dan masalah khusus
dari kedua ilmu.
Asal
usul perkembangan antropologi adalah menghimpun bahan keterangan tentang
masyarakat dan kebudayaan penduduk pribumi di daerah luar Eropa untuk mendapat
pengertian tentang tingkat-tingkat perkembangan masyarakat dan kebudayaan.
Sedangkan asal usul perkembangan sosiologi adalah adanya krisis masyarakat di
Eropa yang menyebabkan masyarakat Eropa memerlukan suatu pengetahuan yang
mendalam mengenai azas-azas masyarakat dan kebudayaan sendiri.
Obyek
kajian antropologi berawal dari fakta sosial kehidupan masyarakat primitif
(tradisional) di daerah pedesaan di luar Eropa, kemudian berkembang pada
fenomena fakta sosial pada masyarakat perkotaan, termasuk kehidupan masyarakat
di Eropa yang kompleks. Sedangkan obyek kajian sosiologi justru berawal dari
tatanan kehidupan masyarakat yang kompleks di perkotaan yang mengalami krisis
ekonomi, kemudian berkembang pada tatanan kehidupan masyarakat pedesaan.
Pada
akhirnya kedua ilmu ini memiliki obyek penelitian yang sama, yakni masyarakat
dan kebudayaan yang kompleks di perkotaan dan yang kurang kompleks di pedesaan,
namun terdapat perbedaan dalam metode dan analisisnya. Ilmu antropologi
menjelaskan fakta sosial dari salah salah satu unsur masyarakat dengan
menghubungkannya unsur-unsur lain yang lebih kompleks melalui pendekatan
sistem. Metode yang diterapkan bersifat kualitatif, proses berpikir dari induktif
ke deduktif, lebih mengandalkan pengumpulan fakta melalui observasi
partisipan dan wawancara.
4. Metode Ilmiah dalam Antropologi
Ilmu
adalah cara yang ampuh dan luwes yang ditemukan oleh manusia untuk memahami
tabiat dunia dan alam semesta yang tampak. Ilmu mencari keterangan-keterangan
yang dapat diuji tentang fenomena yang disaksikan orang berdasarkan prinsip
atau hukum yang tidak nampak, tetapi
bersifat umum dan tetap. Antropologi bermaksud mempelajari manusia secara
obyektif dan sistematis. Ahli antropologi menggunakan metode-metode yang
digunakan oleh para ilmuwan lain dengan mengembangkan hipotesis, atau penjelasan
yang dianggap benar, menggunakan data lain untuk mengujinya, dan akhirnya
menemukan suatu teori (suatu sistem hipotesis yang telah teruji, yang
menjelaskan fenomena-fenomena secara sistematis). Data yang digunakan ahli
antropologi dapat berupa data dari satu masyarakat atau studi komparatif di
antara sejumlah besar masyarakat.
Antropolog
meneliti semua unsur dalam kehidupan masyarakat sebagai kebulatan. Apabila
hanya mengkhususkan kepada suatu unsur tertentu saja dalam kehidupan masyarakat
kota, misalnya aktivitas kehidupan keagamaan atau aktivitas kehidupan
kekeluargaan, seorang antropolog akan menghubungkan semua unsur dalam kehidupan
dengan seluruh struktur kehidupan masyarakat kota. Metode pengumpulan bahan
yang mengkhusus dan mendalam bersifat kualitatif serta menerapkan metode
analisis yang bersifat membandingkan (komparatif).
Kesatuan
pengetahuan dengan metode ilmiah yang diterapkan dalam pengembangan ilmu
antroplogi melalui tiga tingkat, yakni:
(1). Pengumpulan
fakta tentang kejadian dan gejala masyarakat dan kebudayaan untuk pengolahan
secara ilmiah, dilakukan dengan metode observasi, mencatat, mengolah dan
melukiskan fakta-fakta yang terjadi dalam masyarakat yang hidup, baik dengan
penelitian di lapangan, penelitian di laboratorium maupun penelitian
perpustakaan.
(2). Penentuan
ciri-ciri umum dan sistem yang menimbulkan cara berpikir secara induktif dengan
metode-metode untuk mencari ciri-ciri yang sama, umum dari aneka warna fakta
dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan manusia. Pencarian ciri-ciri umum di
antara aneka warna fakta masyarakat ini menggunakan meode komparatif yang
dimulai dengan metode klasifikasi.
(3). Verifikasi
atau pengujian dalam kenyataan harus menguji kaidah-kaidah yang telah
dirumuskan dalam kenyataan alam atau masyarakat yang hidup. Proses berpikir
yang berkembang bersifat deduktif dari perumusan umum kembali ke arah
fakta-fakta yang khusus. Metode verifikasi yang digunakan di atas disebut
metode yang bersifat kualitatif. Metode
verikasiyang lain juga dapat digunakan adalah metode bersifat kuantitatif,
yaitu cara mengolah fakta sosial dalam jumlah yang besar dan diterapkan
statistik.
Ada
kesulitan serius untuk menerapkan pendekatan ilmiah dalam antropologi, antara
lain: (a). apabila kita mencanangkan sebuah hipotesis, maka kita mendapat
motivasi yang kuat untuk mengujinya, dan ini secara tidak sengaja dapat
menyebabkan kita tidak melihat atau bahkan mengesampingkan bukti-bukti yang
negatif. (b). menyusun teori yang baik tentang perilaku manusia harus bertolak
dari sejumlah hipotesis yang seobyektif dan sebebas mungkin dari pengaruh
kebudayaan, hal ini sangat sulit dilakukan karena kita dibesarkan dari sebuah
kebudayaan yang digunakan untuk menyusun hipotesis tersebut.
Hasil
akhir suatu kerja lapangan arkheologi atau etnografi adalah sebuah uraian yang
teratur, yang merupakan kerangka untuk menerangkan perilaku pemilik kebudayaan
yang sedang dipelajari melalui wawancara, observasi partisipan dan
membandingkan data arkheologis dan/atau etnografis dari beberapa masyarakat
yang terdapat di sebuah daerah tertentu dan selanjutnya antropolog dapat
merumuskan hipotesis-hipotesis yang lebih luas tentang perilaku manusia.
Bahan
yang dipelajari antropologi terus menerus berubah karena terjadi
penemuan-penemuan baru, dan kebudayaan itu sendiri selalu dalam keadaan
berubah. Perubahan peranan wanita dalam keluarga, peranan seks dan sikap baru
terhadap perkawinan dan keluarga adalah contoh-contoh perubahan yang dengan
mudah dapat dilihat dalam kebudayaan sendiri. Antropologi masa kini tetap
mempertahankan keterlibatannya dengan sifat kemanusiaan orang-orang lain, oleh
karena itu antropologi semakin berhasil menjadi pengetahuan tentang manusia
yang benar-benar manusiawi.
5. Fase-fase Perkembangan Antropologi
Terdapat empat fase perkembangan ilmu
antropologi:
a. Fase pertama (sebelum 1800).
Suku-suku bangsa penduduk pribumi Afrika, Asia dan
Amerika mulai didatangi oleh orang Eropa, dan lambat laun berbagai daerah di
muka bumi mendapat pengaruh dari negara-negara Eropa Barat. Bersamaan dengan
proses tersebut mulai terkumpul buku-buku kisah perjalanan, laporan-laporan
tentang adat-istiadat, susunan masyarakat, bahasa dan ciri-ciri fisik
bangsa-bangsa Eropa Barat. Deskripsi-deskripsi ini seringkali bersifat kabur
dan kebanyakan hanya memperhatikan hal-hal yang dalam tinjauan orang Eropa
tampak aneh saja, walaupun ada karangan-karangan yang baik dan lebih teliti
sifatnya. Bahan etnografi dari suku di Afrika, Oseania dan orang Indian di
Amerika menimbulkan tiga sikap/pandangan
orang Eropa terhadap suku-suku bangsa tersebut,
yaitu:
(1). Sebagian
orang Eropa memandang bangsa-bangsa tersebut bukan manusia sebenarnya, mereka
manusia liar, turunan iblis dan disebut savages,
primitives.
(2). Sebagian orang Eropa memandang
sifat-sifat baik dari bangsa-bangsa jauh tadi. Bangsa-bangsa itu adalah contoh
dari masyarakat yang masih murni, belum kemasukan kejahatan dan keburukan
sebagaimana yang terjadi di masyarakat Eropa.
(3). Sebagian
orang Eropa tertarik dengan adat istiadat yang aneh dan mulai mengumpulkan
benda-benda kebudayaan tersebut.
Tujuan ilmu antropologi pada fase I ini adalah
menghimpun pengetahuan tentang masyarakat, adat-istiadat dan ciri-ciri fisik
bangsa-bangsa di luar Eropa, sebagai pemicu awal di dunia ilmiah untuk mengintegrasikan
seluruh himpunan bahan pengetahuan etnografi manjadi satu.
b. Fase
kedua (pertengahan abad ke-19).
Timbul
bahan etnografi yang disusun berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat. Dirumuskan bahwa masyarakat dan
kebudayaan manusia telah berevolusi dengan sangat lambat dalam satu jangka
waktu beribu-ribu tahun lamanya, dari tingkat-tingkat yang rendah melalui beberapa
tingkat antara dan sampai kepada tingkat tertinggi. Semua bentuk masyarakat di
luar Eropa disebut pimitif yang dijadikan contoh tingkat kebudayaan paling
rendah dan masih hidup sampai sekarang sebagai warisan kebudayaan manusia jaman
dahulu. Meneliti kebudayaan masyarakat di luar eropa sekaligus menambah
pengertiannya tentang sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
Tujuan
ilmu antropologi pada fase II ini bersifat akademik yaitu mempelajari
masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk mendapat suatu
pengertian tentang tingkat-tingkat kuno dalam sejarah evolusi dan sejarah
penyebaran kebudayaan manusia.
c. Fase
ketiga (permulaan abad ke-20)
Sebagian
besar negara-negara di Eropa berhasil untuk mencapai kekuasaan di daerah jajahan di luar Eropa. Ilmu antropologi
dinilai sangat penting untuk mempelajari bangsa-bangsa di luar Eropa dan
mengembangkan pengertian masyarakat di luar negara Eropa sebagai masyarakat
yang tidak kompleks.
Tujuan
pengembangan antropologi pada fase III ini bersifat praktis, yaitu mempelajari
masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa untuk kepentingan
pemerintah kolonial dan mendapat pengertian tentang masyarakat masa kini yang
kompleks.
d. Fase
keempat (sesudah tahun 1930)
Antropologi
mengalami perkembangan yang paling luas pada fase ke-4 ini tentang bahan
pengetahuan yang lebih teliti dan ketajaman dari metode-metode ilmiahnya.
Kehidupan masyarakat di dunia mengalami perubahan besar, yakni sikap antipati
terhadap kolonialisme sesudah perang dunia ke II dan cepat hilangnya
bangsa-bangsa primitif (asli dan terpencil) dari pengaruh kebudayaan
Eropa-Amerika. Kondisi ini mendorong antropologi mengembangkan
lapangan-lapangan penelitian dengan tujuan pokok yang baru. Hasil perkembangan
fase I,II dan III sebagai landasan perkembangan yang baru. Sasaran perkembangan
antropologi yang baru adalah manusia di daerah pedesaan pada umumnya ditinjau
dari aneka warna fisiknya, struktur masyarakat dan unsur-unsur kebudayaannya.
Masyarakat desa yang dianalisis bukan hanya di luar negara Eropa, tetapi
termasuk masyarakat pedesaan di negara Eropa.
Tujuan
antropologi pada fase IV ini dibedakan menjadi dua, yakni bersifat akademik dan
praktis. Tujuan akademik adalah mencapai pengertian tentang makhluk manusia
pada umumnya dengan mempelajari aneka warna bentuk fisiknya, masyarakat serta
kebudayaannya. Tujuan praktisnya adalah
mempelajari manusia dalam aneka warna masyarakat suku bangsa guna
membangun masyarakat suku bangsa itu.
Di
Indonesia, antropologi sebagai ilmu
praktis untuk mengumpulkan data tentang kebudayaan-kebudayaan daerah dan
masyarakat pedesaan, sehingga dapat menemukan dasar-dasar bagi suatu kebudayaan
nasional yang mempunyai kepribadian khusus dan dapat dibangun suatu masyarakat
desa yang modern. Disamping itu antropologi bersamaan dengan sosiologi praktis dapat memberikan
bantuan dalam hal memecahkan masalah-maslah kemasyarakatan di Indonesia
sekarang dalam hal perencanaan pembangunan nasional sebagaimana di negara
India.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar