Sore
yang indah, Lucky dan Sherly duduk berbaring diatas rerumputan taman yang
hijau. Keduanya mengobrol dengan asyik diselingi tawa riang keduanya.
“Pengen
deh rasanya tetep kaya gini. “
“Maksudmu
? “, Tanya Lucky tak mengerti dengan perkataan Sherly.
“Aku
gak mau aja jadi gede. Takut…pusing… Biasanya
orang gede kan mikirin kerjaan entar kalo gak punya duit, marah mulu kerjanya. Aku
kan gak mau kaya gitu enakan jadi anak kecil bisa main terus.”, kata Sherly
dengan polos.
“Tapi
meskipun begitu kamu tetep akan jadi gede !”
“Enggak
enggak pokoknya aku gak mau jadi gede !”
Tiba
tiba Lucky berubah menjadi orang dewasa dan pergi menjauh dari Sherly. Sherly bingung lalu berteriak memanggil Lucky.
“Lucky…Lucky…LUCKY…”,
tak ada sahutan dari Lucky, dia terus berjalan menjauh dan menghilang.
“Lucky
…Lucky jangan pergi. “, Sherly terbangun dari mimpi buruknya.
Sherly mengatur nafas.
“Untung
Cuma mimpi…” pandangan matanya beralih pada sesosok cowok kurus yang terbaring
lemah tak berdaya. Meski jantungnya masih berdetak ia tak bergeming sedikitpun
dari posisinya.
“Lucky
kapan kamu bangun ? kapan kita bisa main bareng ? aku kangen kamu , apa kamu
gak kangen ma aku ? aku mohon kamu jangan tinggalin aku. Aku sayang aku cinta
ma kamu. Apa kamu gak cinta ma aku ? bangun
Lucky demi aku. “
Kembali kenangan Sherly bersama Lucky berputar
di memori otak Sherly.
Sherly yang
kekanak-kanakan dan Lucky yang dewasa. Sherly yang gak tau apa-apa dan Lucky
tau segalanya. Berderet perbedaan diantaara mereka, tapi itu yang justru
membuat persahabatan mereka menjadi indah. Dari persahabatan itulah lahir cinta
kasih diantara mereka meski mereka mencoba mengingkarinya tapi waktu jualah
yang akan menjawabnya. Saat ini waktu telah menjawabnya ketika Lucky sedang melawan penyakitnya kanker otak yang sudah stadium
empat. Sungguh mencengangkan Sherly sahabat Lucky sejak kecil tak tau menau
tentang penyakit Lucky.
“Kau
ingat Lucky …Satria cowok yang ngejar-ngejar aku sekarang dia gak lagi
ngrejar-ngejar aku karena aku bilang padanya. Aku ngak mencintainya tapi aku
mencintai lelaki yang sekarang ada disampingku dan lelaki itu adalah kamu
Lucky.”
“Sesungguhnya,
dia tulus mencintaiku. Dia ikhlas melepasku bahkan dia yang menjadi
pendorongku, penyemangatku supaya aku bisa selalu mencintaimu dan selalu ada untukmu.”
“Sudah
cukup lama rasa itu ada. Pernah kucoba mengingkari rasa itu, tapi itu justru
membuat hatiku semakin sakit sakit dan sakit. Aku takut …aku takut kau
membenciku karena rasa itu. Sehingga aku memendam rasa itu dalam-dalam. Aku tak
dapat menghapusnya atau menghilangkannya dan aku juga tak dapat
mengungkapkannya. Dan sekarang saat kekuatan itu sudah kubangun kau orang yang
aku cintai terbaring lemah disampigku.” Butiran air mata turun dari kedua mata
Sherly yang sayu.
Jemari
tangan Lucky bergerak pelan, Lucky mencoba membuka matanya tapi terasa berat
samar-samar ia melihat seseorang berada disampingnya ia tau itu adalah Sherly.
Ia kumpulkan semua kekuatan yang dimilikinya ia gengam jemari tangan Sherly
lembut. Sherly tersadar dari lamunannya ia kaget ketika menoleh kearah Lucky,
binar matanya kembali bercahaya. Lucky menatap Sherly lembut penuh cinta kasih.
Dalam
hening dan sunyi tanpa berkata apa-apa keduanya saling menatap lembut dan dalam
sedalam cinta mereka. Baik Sherly maupun Lucky keduanya dapat melihat sorot
mata cinta dimata mereka masing masing.
Seakan
waktu berhenti, seakan bumi berhenti berotasi, seakan jantung mereka menjadi
satu, seakan jiwa dan raga mereka menjadi satu.
Seulas
senyum tersungging dari bibir Lucky yang biru, menghiasi wajahnya yang pucat
sayu. Beberapa waktu senyum itu tak hilang dari wajahnya.
Senyum
itu perlahan hilang berganti bibir yang beku dan selalu bungkam. Lucky telah
meninggalkan Sherly untuk selama lamanya. Sherly tak akan melihat senyum itu
lagi. Sherly hanya bisa menatap tubuh Lucky dalam cinta yang takkan
dimilikinya.
Sherly
menjerit kencang sekencang hatinya bergolak.
“LUCKY…LUCKY …”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar